Page 441 - (New Flip) Sejarah Berita Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
P. 441
Sejarah Berita Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
Keadaan ini tentu saja tidak bisa diterima begitu saja oleh rakyat
Kalimantan Barat, yang sudah bersusah payah untuk melepaskan diri
dari penjajahan. Pasukan Sekutu yang diboncengi tentara NICA
mempunyai persenjataan cukup lengkap dan modern. Ditambah lagi
dengan jumlah personil yang semakin banyak. Namun hal ini tidak
membuat rakyat Kalimantan Barat menyerah dan memberi kesempatan
kepada Belanda untuk menguasai kalimantan Barat. Salah satu usaha
untuk mengetahui secara pasti kedatangan pasukan Sekutu ke
Kalimantan Barat, maka PPRI mengutus delegasi yang terdiri dari
Radjikin, Abi Hurairah Fattah, Jayadi Saman, A. Syukri Noor, Ya’Umar
Yasin, Ya’Serman Yasin, Ya’ Ahmad Dundik menghadap Sir Thomas
62
Blamey.
Namun, pertemuan itu gagal dalam mengambil suatu
kesepakatan. Kemudian pada tanggal 15 Oktober 1945 PPRI
mengadakan rapat massal di lapangan kebun Sayuk (sayur) Pontianak.
Rapat massal tersebut menghasilkan keputusan mosi tidak percaya
kepada Thomas Blamey sebagai pimpinan tentara Australia dan
menuntut agar Australia mengakui kedaulatan Negara Republik
Indonesia. Thomas Blamey menyatakan dengan jelas tentang sikapnya
terhadap kemerdekaan Indonesia, bahwa ia tidak akan mencampuri
permasalahan tersebut. Australia hanya mengemban tugas dari tentara
Sekutu untuk melucuti persenjataan Jepang, membebaskan tawanan
perang dan menghimpun keterangan tentang penjahat perang dan
akan menuntutnya dalam pengadilan serikat.
Pernyataan Tomas Balmey jelas berbeda dengan keinginan
tentara NICA yang ikut membonceng tentara Australia. Untuk
mewujudkan keinginan menguasai kembali Kalimantan Barat, maka
pada tanggal 17 Oktober 1945 tentara NICA mengadakan pertemuan
dengan para pemimpin PPRI yang diwakili oleh dr. M. Sudarso, Raden
Wariban, Radjikin dan Rd. Sukotjo Katim, sementara dari perwakilan
pemuda 4 orang dari golongan Cina 4 orag dan dari pihak NICA
diwakili oleh 6 orang yang dipimpin lansung oleh V.D. Brink didampingi
Bochen. Hasil dari pertemuan tersebut tidak mengubah apapun sebab
63
Tentara NICA tetap pada tujuanya dan tidak mengakui kemerdekaan
Indonesia serta pemerintahan sipil sementara yang dijabat oleh Residen
Kalimantan Barat Asikin Noor. Sedangkan rakyat Kalimantan Barat
menolak NICA dan sampai kapanpun akan tetap mengakui
429