Page 92 - (New Flip) Sejarah Berita Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
P. 92

Sejarah Berita Proklamasi Kemerdekaan Indonesia


                halangan tersebut umumnya diabaikan oleh anak bangsa. Mereka tetap
                menaikan bendera merah putih atau melaksanakan pawai. Bila tentara
                Jepang menurunkan bendera yang tengah berkibar, maka para pemuda
                atau  warga  kota  menaikannya  kembali.  Bila  pihak  Jepang  tetap
                melarang penaikan bendera atau tetap memaksa agar pawai dibatalkan,
                maka warga masyarakat melawan dengan berbagai cara, salah satunya
                dengan  melakukan  pemogokan.  Pemogokan  dipilih  karena  cara  ini
                dianggap  paling  aman  namun  besar  dampaknya.  Paling  aman  karena
                Jepang masih bersenjata  lengkap dan mereka  bisa  saja  memuntahkan
                peluru senapan mereka jika warga tidak patuh atau melawan. Dianggap
                berdampak  besar,  karena  akibat  dari  pemogokan  bisa  melumpuhkan
                aktivitas mereka.

                        Banyak daerah yang melakukan perlawanan  seperti ini, namun
                salah  satu  yang  terkenal  adalah  aksi  mogok  warga  Bengkulu.  Aksi
                mogok  itu  berawal  dari  perintah  Jepang  yang  menyuruh  warga
                menurunkan  bendera  merah  putih  yang  telah  berkibar.  Tentu  saja
                warga  tidak  mau,  sehingga  tentara  Jepang  yang  menurunkannya
                sendiri.  Warga  tidak  terima  dengan  perlakuan  Jepang  tersebut,  maka
                besok harinya dibalas dengan pemogokan serentak  yang dilakukan oleh
                pegawai  sejumlah  instansi  penting,  seperti  PTT,  Gas  dan  Listrik,  PU,
                Perkapalan,  dan  juga  para  pelayan  (seperti  sopir,  juru  masak,  dan
                kebersihan)  yang  bekerja  untuk  Jepang.  Aksi  ini  membuat  Jepang
                ―menyerah‖  dan  memanggil  pemimpin  pemogokan,  di  antaranya
                Burhanuddin  dan  Nawawi  serta  Sabri.  Setelah  pertemuan  itu,
                pemogokan  dihentikan  dan  bendera  merah  putih  diizinkan  berkibar
                kembali.
                        28
                        Bala tentara Jepang yang diperintahkan menjaga status quo dan
                kemudian  tentara  sekutu  (serta  Belanda)  ternyata  tetap  berupaya
                menggagalkan  proklamasi.  Upaya  itu  tidak  hanya  dilakukan  dengan
                berbagai  larangan  dan  intimidasi  serta  kekerasan  fisik  lainnya,  tetapi
                juga  lewat  media  massa.  Hal  ini  terbukti  dari  upaya  sekutu  (dan
                Belanda)  yang  menyediakan  satu  siaran  radio  khusus  (dari  Australia)
                yang  menyiarkan  berita-berita  pro-sekutu  dan  Belanda,  serta
                pembentukan  Kantor  Berita  ―Aneta‖  yang  menyediakan  berita-berita
                yang  bersifat  sekutu/Belanda-sentris.  Untuk  mengatasi  provokasi  lewat
                media  massa  tersebut,  para  pemimpin  dan  pemuka  masyarakat  serta
                para pemuda sejumlah daerah di Sumatera membuat berita tandingan
                dengan menggunakan media massa pula.



                80
   87   88   89   90   91   92   93   94   95   96   97