Page 72 - Tenggelamnya Kapal
P. 72
Dt....... yang takut perdebatan akan sengit telah mengetengahi perkataan itu dengan katanya:
"Rupanya kayu yang bercabang tidak bisa dihentakkan. Meski pun Hayati suka kepada
Zainuddin itu, merdekakanlah dia dalam kesukaannya, yang akan langsting ialah kehendak kita
juga. Zainuddin itu memang ada mengirimkan surat meminta Hayati, (sambil
Dt....mengeluarkan surat Zainuddin dari sakunya), tetapi meminang dengan mengirim surat itu
sudah nyata bukan adat dan bukan lembaga di negeri kita. Perkataan kita telah hampir sampai
kepada yang dimaksud perkara menerima permintaan orang muda Aziz itu. Sekarang lebih baik
kita bulat segolong picak setapik, kita bulatkan mufakat."
"Baiklah," kata yang lain-lain dengan serentak. "Bagaimana St. Mudo?" tanya Dt .... kepada
mamak yang membantah Dt. Garang tadi.
"Saya tentu saja sepakat sejak bermula lalu penghabisan, tidak dapat bercerai dengan yang
banyak. Cuma saya bantah perkataan yang menghinakan orang lain, sebab kita akan biasa
berdagang ke kampung orang, jangan kelihatan oleh orang kesempitan faham kita."
"Ya, kita habisi saja itu, kata bulatkan sekarang menerima Aziz dan menolak permintaan
Zainuddin."
"Boleh kami yang perempuan berbicara sedikit?" tanya Limah.
"Asal dalam kebenaran apa salahnya," kata Dt..... "Rasanya patut juga kita awas. Sebab barang
kali si Hayati ini entah kena apa-apa, maklum ilmu orang Mengkasar sangat mujarrab, sebab
selama ini pikirannya hanya kepada Zainuddin saja."
"Itu perkara gampang," kata Dt Garang. "Sudah ke laut, sudah ke darat, bukan saja sembarang
orang. Kalau memarig demikian bertemu dalam penglihatan, patut dibalas kita balas, patut di
balik kita balik."
Permupakatan putus. Tinggal lagi memanggil Hayati, menerangkan kebulatannya mupakat
kepadanya. Dia pun datang. Setelah dipanggil, disuruh duduk di antara perempuan-perempuan
yang banyak itu.
Mula-mula bertolak-tolakan juga ninik-mamak itu hendak menyampaikan pembicaraan kepada
Hayati. Akhirnya diserahkan juga kepada mamak kandungnya, Dt.....
Dia memulai: "Hayati! ....inilah, yang duduk ini mamak dan ninikmu, lindungan persukuanmu,
yang mengebat erat memancung putus. Memperkatakan baik dan buruk, hina dan mulia dari
pagi, telah berkering tempat duduk, telah berhabis pinang sirih. Mencari yang akan elok .....
Datang permintaan orang untuk meminangmu, yaitu Aziz di Padang Panjang dan datang pula
sepucuk surat dari Zainuddin, itu juga maksudnya. Setelah kami timbang melarat dan manfaat,
Azizlah yang kami terima. Kami panggil engkau sekarang menyatakan kebulatan itu, supaya
engkau terima dengan suka. Bagaimana pertimbanganmu?"
Lama Hayati tidak menjawab!
"Jawablah, kami hendak lekas pergi!" kata Dt....pula.
Bagaimanalah dia akan dipaksa menjawab, padahal dirinya sendiri sudah berapa lama dalam
peperangan batin. Dia cinta kepada Zainuddin, tetapi jalan terhambat, sukar terlangsung. Dia
suka kepada Aziz, bukan sebagai cinta kepada Zainuddin, hanya semata-mata kesukaan. Sebab
itu hati kecilnya tak mau menyerah, meskipun keadaan memaksanya. Telah lama berperang
dalam hatinya di antara keadaan yang terbukti di mata dengan cita-cita. yang terbayang di hati.