Page 75 - Tenggelamnya Kapal
P. 75
Hayati dia menjatuhkan upat dan maki, nista dan cela. Hayati hanya korban dari pada
kekejaman peraturan adat yang telah usang itu.
Demikianlah hati telah remuk rendam, kadang-kadang berpendapatan begitu dan kadang-
kadang begini. Setelah dikutuk dan dimakinya orang-orang yang menolaknya dengan
melampangkan pintu keras-keras, meniupkan suara yang bagai halilintar dalam telinganya yaitu
negeri Minangkabau beradat. Dia kembali insaf, bahwa walau pun dilarang atau tidak dilarang,
diterima atau ditolak, namun pertaliannya dengan Hayati adalah pertalian yang kekal, pertalian
cinta kasih sayang, cinta yang mula-miila tumbuh dalam hidupnya, dan selamanya tidakkan
tumbang lagi.
Biar pun permintaannya misalnya diterima orang, lantaran wangnya banyak, kalau begitu
pertaliannya dengan Hayati bukan pertalian hati, tetapi pertalian harta. Harta boleh banyak dan
boleh habis. Harta yang banyak bukan menimbulkan cinta yang murni dalam hati kedua belah
pihak - menurut taksiran Zainuddin - tetapi semata-mata menimbulkan congkak dan takbur.
Bilamana harta itu ditimpa krisis turun jumlahnya, maka turunlah pula derajai penghormatan
kedua belah pihak.
Kalau dipertalikan oleh perasaan sama-sama beradat, maka inilah pergaulan yang terlalu
mementingkan diri seorang (egoistis). Si laki-laki tidak hendak mengalah dari derajat
kebangsawanannya, si isteri pun demikian pula. Itulah sebab maka banyak kelihatan pergaulan
laki-isteri yang hanya manis kelihatan dari luar, sebab hati yang laki-laki tiada diberikannya
kepada si isteri dan si isteri pun bila akan menemui suaminya, ditinggalkannya dahulu "hatinya"
pada ibu bapanya, mamak atau kaum kerabatnya, baru dia ikut suaminya dengan tidak berhati.
Meski pun ninik-mamak atau adat menerimanya, padahal hati Hayati sendiri misalnya, tiada
suka kepadanya, itu pun berarti memaksa. Zainuddin tiada sedikit juga setuju jika manusia mem
belenggu hati sesamanya manusia. Memaksa hati seorang muda, baik laki-laki atau perempuan
menempuh perkawinan, berarti mematahkan kemekaran bunga kenang-kenangannya buat
zaman yang akan datang.
Dihalangi, atau tidak dikabulkan permintaannya, diterimanya dengan sabar dan tawakkal, apa
boleh buat! Memang sudah suratan nasibnya sejak kecil akanselalu dibesarkan oleh sengsara,
digedangkan dengan kelahan. Itu akan diterimanya, asal saja Hayati tetap cinta kepada dirinya.
Karena daerah perjuaagan cinta lebih luas dari pada yang dapat dikira-kirakan. Kalau maksud
hasil, terjadi perkawinan. Kalau tidak, maka terpatrilah persaudaraan yang ke - kal sampai tua
menjunjung uban, sebagaimana pernah dihikayatkan oleh Alexander Dumas oalam bukunya
"Graaf de Monte Cristo," bahwasanya meskipun Edmond Dantes telah tua, telah menjadi
seorang luar biasa yang berpengaruh; meskipun Mercedes telah bersuamikan Fernand dan telah
beroleh anak pula. Seketika Edmond Dantes pulang ke Paris 15 tahun kemudian, dengan rupa
yang lain, seorang pun tiada yang kenal siapa dia, hanyalah Mercedes seorang saja. Kemudian
setelah Edmond Dantes atau Graaf de Monte Cristo terpaksa bermain anggar dengan anak
Mercedes maka di atas nama cinta yang lama itulah Mercedes memohonkan kepada Graaf itu
supaya pertandingan itu diurungkan saja. Meskipun Graaf itu kemudiannya beroleh isteri, anak
dari Ali Tebelin raja dari Yanina, dan hidup keduanya beruntung, namun peringatannya kepada
kecintaan lamanya, Mercedes, yang seakan-akan telah dipandangnya saudara kandungnya,
tdtap menjadi ingatan dalam hidupnya.
Biarlah saya ditolak - kata Zainuddin - karena tidak semua maksud itu akan dihasilkan Tuhan,
asal Hayati tetap cinta kepadaku. Dan saya percaya dia tiadakan mungkir, masakan gadis
secantik sejujur itu akan mungkir dari janjinya yang telah dipersaksikan oleh cahaya matahari