Page 78 - Tenggelamnya Kapal
P. 78
datang pula surat yang lain, mukamu bertambah pucat juga. Selama ini mamak tiada perduli,
engkau pun tak mengatakan, sebab engkau barangkali belum percaya kepada mamak. Kalau
ada yang menyusahkan hatimu dan pikiranmu tertumbuk, katakanlah, mamak dapat menunjuki
jalan sekedar yang dapat oleh mamak.
Agaknya anak mamak itu, si Muluk, bisa menolongmu karena dia banyak pergaulan. Dia pandai
berdukun, pandai kepandaian - kepandaian [123] batin. Pergaulannya dalam kalangan orang
dukun, ahli silat dan dalam kalangan orang-orang beradat, pun banyak pula. Pulangnya ke
rumah hanya sekali-sekali saja, untuk melihat ibu dan memberi wang. Dia tidak mau
mengganggu kesenangan ibu. Dahulu digajinya seorang dari Singgalang untuk teman ibu
mendiami rumah ini. Tetapi sejak anak tinggal di sini hatinya bukan main sukacitanya, cuma dia
malu kepada engkau sebab engkau orang siak, sedang dia orang Parewa *).
Tetapi hatinya baik, barangkali dia bisa menolong memberimu bicara, kalau pikiranmu
tertumbuk."
*)Di Minangkabau memang ada satu golongan orang muda-muda yang bergelar "Parewa." Mereka tak mau
mengganggu kehidupan kaum keluarga. Hidup mereka ialah daripada berjudi, menyabung dan lain-lain. Mereka juga
ahli dalam pencak dan silat. Pergaulan mereka sangat Was, di antara parewa di kampung anu dengan kampung
yang lain harga menghargai dan besar membesarkan. Tetapi mereka sangat kuat mempertahankan kehormatan
nama suku dan kampung. Kalau mereka bersahabat, sampai mati mereka akan mempertahankan sahabatnya,
saudara sahabatnya jadi sattdaranya, seakan-akan seibu, sesaudara, sekemenakan. Kata-kata "muda" terhadap
perempuan tidak boleh sekali-kali. Kalau ada yang kalah dalam permainan sehingga habis harga bendanya, maka
oleh yang menang dia diberi pakaian dan wang sekedarnya, disuruh pulang dengan ongkos tanggungan yang
menang itu sendiri. Kepada orangorang alim Mereka hormat, dan kadang-kadang mereka itu dermawan. Mereka
setia dan sudi menolong. gatu penghidupan yang serupa dalam "dongeng" Mang sampai sekarang masih didapati di
Minangkabau.
Mendengar segala ceritera yang ke luar dari mulut orang tua itu, mata Zainuddin kembali
terbuka, lebih-lebih mendengar perempuan itu menceriterakan kebaikan hati Muluk yang
selama ini hanya berkenalan dari jauh saja dengan dia.
"Saya hendak meminta tolong, mamak," jawab Zainuddin. "Yaitu mamak panggil abang Muluk
segera pulang, cari dia sampai dapat."
"Itu mudah saja, sekarang agaknya ada dia di Pasar Baru!."
"Carilah dia sampai dapat, suruh pulang. Rasanya akan terobatlah kesusahan saya sebagian
besar kalau dia dapat menolong." [124]
Sedang dia berbicara-bicara demikian, tiba-tiba perempuan tua itu bangkit dari tempat
duduknya dengan muka girang seraya berkata: "A, itu dia si Muluk sudah pulang kebetulan!"
Muluk sedang berdiri di halaman, dia disuruh naik. Biasanya dia hanya terus saja ke dapur
sebab malu kepada Zainuddin. Tetapi dihalangi oleh ibunya, disuruh duduk dahulu. "Engku
muda ini hendak berbicara sedikit dengan engkau, Muluk!" kata maknya.
Muluk dengan amat hormat duduk ke korsi. Zainuddin ke luar dari kamamya dan sesudah
berjabat tangan dengan dia, Zainuddin duduk ke dekatnya.
"Apa kabar, guru? Selamat dalam perjalanan pulang balik?"
"Selamat, tak kurang suatu apa... Sebetulnya saya sudah hampir setahun tinggal dalam rumah
ini, tetapi kita belum juga berkenalan yang rapat. Sebab bang Muluk rupanya agak segan
bertemu dengan saya, seakan-akan saya dipandang orang lain!"