Page 83 - Tenggelamnya Kapal
P. 83

Pada diri kaulah bertemunya lambang dari kesucian dan kemurnian, yang dipenuhi oleh cinta
               yang ikhlas. Sebab telah kau sambut tanganku yang lemah, sebab telah kau terima suaraku
               yang parau, di waktu orang lain membenciku, lantaran miskinku, papaku dan kurang bangsaku.
               Hanya kau seorang!

               Sudikah orang yang seperti kau mengulurkan tangannya memberikan rezeki kepada si buta.
               Demi setelah si buta hendak menyambut pemberian itu, tangannya ditariknya kembali?
               Bukankah kau ajar saya dalam kemanjaan, kau kenalkan saya apa artinya keindahan dalam
               dunia ini? Sehingga saya telah rindu, hidup, telah sayang kepada alam karena kau. Kaukah itu,
               Hayati? Kaukah yang begitu kejam mendorongkan diriku kepada lautan cinta, setelah saya
               berenang, kau segera ke luar, dan kau biarkan saga karam sendiriku?

               Tidak, saya tidak percaya bahwa kau begitu kejam dan ganas. Saya masih ingat hati yang
               lemah-lembut itu.

               Sudah sampai kepadaku kabar bahwa kau telah bertunangan. Itu tidak saya bantah, apa boleh
               buat! Diriku juga yang malang. Cuma setelah saya dengar bahwa tunanganmu itu Aziz, dan
               setelah saya selidiki siapa dia, maka saya kirimkan surat ini memberi ingat bahwa
               perkawinanmu agaknya tak akan bertemu dengan cita-citanya yang sejati. Saya kenal betul
               haluan hidup kau dan haluan hidupnya. Ini hanya perkawinan harta dan perkawinan kecantikan.
               Bilamana salah satunya telah kurang, maka pergaulan adinda akan terancam. Dan kalau itu
               kejadian, maka saya jugalah yang akan celaka. Celaka bukan buat diriku, tetapi buat kau!
               Ya Rabbi, Ya Tuhanku, apakah sampai agaknya seruan hati kecilku ini kepada orang yang
               kutuju, orang yang selamanya tak hilang dari hatiku.
               Hayati, hendaklah kau tahu bahwa keberanianku membuka perkara ini kepadmu adalah lantaran
               disuruh perasaan hati cinta jua. Karena yang lebih penting buat diriku adalah keberuntungan
               dan kebahagiaanmu, bukan kepentingan dan kebahagiaan diriku sendiri.

               Terima surat ini dahulu, agaknya akan kusambung jua. Karena mengirim surat ini, adalah
               mengurangi juga bagi kepedihan luka jantungku.....



                                                                                                   Zainuddin



               Surat yang kedua:


               Alangkah gelapnya dunia ini kupandang. Alam telah lengang dan sunyi, tidak ada gerak yang
               membangunkan semangatku lagi, malam seakan-akan terus menerus saja, tidak sedikit juga
               berganti dengan sung. Kadang-kadang saya rasai badan saya sebagai seorang yang terpencil
               jauh di tengah padang yang tandus, tidak add manusia yang lalu lintas di sand, tidak add kali
               yang mengalir, tidak add daun yang digerakkan angin. Seakan-akan saya sudah [132] terbuang,
               mencari jalan dan ikhtiar untuk keluar dari tempat itu, tetapi jalan tidak kehhatan. Saya turnggu
               kelepasan dengan sabar, tetapi hanya maut yang melayang-layang di tentang ubun-ubunku.
               Bilakah masa itu akan datang? Bilakah maut akan menjemput nyawaku, supaya aku terlepas
               dari kesakitan yang tidak tertanggung ini?
               Kau hilang dari padaku, Hayati! Dan gantinya sudah tak akan ada lagi, karena segenap hidupku
               telah aku tumpahkan buat kau seorang. Nasibku tak ubah dengan seorang juara sabung yang
   78   79   80   81   82   83   84   85   86   87   88