Page 85 - Tenggelamnya Kapal
P. 85

Dahulu bahagia dan cinta yang kuminta dari padamu; sekarang itu kau cabut kembali. Maka
               kalau itu tak boleh berikan sajalah kepadaku hidup!



                                                                                                   Zainuddin.


               Surat yang ketiga:



               Malangnya nasibku. Telah runut bunga hayatku sebelum dia mekar. Tua telah berangsur
               mendatangiku, padahal umurku masih muda. Seorang diri aku menyeberangi hidup ini
               sekarang; ayahku telah mati, ibuku dan ibu angkatku pun demikian. Seluruh alam membenciku,
               hatta daun kayu di dekat rumah, angin pagi yang biasa membawa udara nyaman, tidur yang
               biasanya mengembalikan [134] kekuatan manusia, semuanya meninggalkan daku. Tiba-tiba
               kau, yang hanya satu tempatku bergantung, telah hilang pula dari padaku! Kemana saya mesti
               pergi lagi, tunjukkanlah, walau pun ke pintu kubur kau tunfukkan, saya pun akan pergi.
               Lebih seratus kali nama kau kusebut dalam sehari! Kadang-kadang saya panggil dalam
               nyanyianku, kadang-kadang dalam ratapku. Kicut pintu ditolakkan angin, serasa-rasa langkah
               kau yang terdengar. Masih juga belum percaya saya bahwa kau memang telah sebenar-
               benarnya membuang saya dari ingatanmu. Saya tanyai diri saga, adakah saya berdosa
               kepadamu? Tidak rasanya, bahkan dosa yang lain yang kerap saya-perbuat untuk mencukupkan
               cintaku kepadamu.
               Pemahkah kau mendengar kabar berita seorang Haji yang berlayar ke Mekkah, membawa
               isterinya dan anak-anaknya yang masih kecil 3 orang banyaknya, isterinya itu sedang hamil
               pula. Tiba-tiba penyakit wabah pun datanglah di negeri suci itu, si suami meninggal dunia di
               sana. Seketika tuan Syekh memaklumkan kepada jemaahnya bahwa Haji telah selesai dan
               jemaah-jemaah mesti berangkat ke Judah akan kembali pulang, pergilah isteri itu membawa
               anak-anaknya ketiganya ke pusara ayahnya, meratap dan memberi tahukan bahwa mereka
               akan pulang lagi, pulang sendirinya tak berteman, menghadapi kemiskinan dan keyatiman, dan
               suami yang berbudi itu akan dipertaruhkan menjaganya kepada Ka'bah.
               Pernahkah kau melihat seorang perempuan tua yang berjalan hilir sawah mudik sawah, sambil
               bernyanyi menyebut-nyebut nama anaknya. Yaitu seorang perempuan yang masih muda, yang
               wafat seketika dia akan dikawinkan, sehingga sedianya akan dibawanya bertandang ke rumah
               mertuanya dengan peralatan besar, kiranya diiringkan ke kuburan oleh orang kampung
               bersama-sama.

               Pernahkah kau mendengar seorang anak muda yang baru bertunangan, berjalan ke rantau
               orang hendak mencari mas kawin dan kain baju, untuk diberikan kepada tunangannya bilamana
               dia pulang kelak. Setelah dua tahun dia berjalan, dia pun pulang, didapatnya tunangannya tadi
               telah bersuami orang lain yang lebih kaya, sebab dia terdengar miskin. Pernahkah kau dengar
               bahwa seketika dia pulang itu, setelah sampai kepadanya kabar bahwa tunangannya telah
               bersuami, dia duduk di tepi batang air yang deras, menangisi nasibnya, dan akhirnya
               dilemparkan petinya itu ke dalam air. Setelah itu dia kembali merantau, sehingga tak pulang-
               pulang lagi sampai sekarang ini.

               Pernahkah kau mendengar kabar seorang perempuan yang mempunyai [135] dua orang anak
               laki-laki, yang seorang berjalan ke Jakarta dan seorang berjalan ke Medan. Tiba-tiba sampai
   80   81   82   83   84   85   86   87   88   89   90