Page 84 - Tenggelamnya Kapal
P. 84

kalah dalam medan perjudian, wangnya, hanya tinggal seringgit saja, dilepaskannya pula wang
               itu dengan perasaan untung, kiranya kalah pula.
               Setelah kau termasuk ke dalam daftar hayatku maka timbullah beberapa cita-cita yang besar
               dalam hatiku, timbul angan-angan yang murni. Telah dipenuhi semangatku oleh perasaan-
               perasaan yang suci. Ingat akan dikau adalah nyawa yang menimbulkan kekuatan ruhani dan
               jasmani untuk menempuh perjuangan dalam alam ini. Tapi sekarang setelah kabar itu sampai,
               say telah menjadi lemah, seakan-akan padam pelita angan-angan itu, seakan-akan minyaknya
               telah habis, sehingga meskipun bagaimana juga orang bermaksud menyalakan kembali, sudah
               percuma. Tidak ada lagi perasaanku, sudah kendur jalan pikiranku. Tidak saya perduli lagi
               kepada keadaan sekelilingku Tidak tentu tujuan mana yang akan saya tempuh, haluan mana
               yang akan saya turut. Adalah nasibku sekarang laksata bangkai buruttg kecil yang tercampak di
               tepi jalan sesudah ditembak anak-anak dengan bedil angin, atau seakan-akan batu kecil yang
               terbuang di halantan tidak diperdulikan orang.
               Hayati! Tidakkah kau takut, bila datang hari kiamat, datang pertanyaan dari pada Qadhi Rabbun
               Jalil, mengapakah kau kecewakan hati seorang manusia yang mempunyai tujuan suci dalam
               hidupnya? Patah tujuan itu lantaran kau kecewakan. Tidakkah kau takut, bilamana lantaran ini
               saya mati dahulu dari pada kau, maka menurutlah arwahku ke manapun kau pergi, memekik
               dan merintih-meminta dikembalikan hidupnya yang sudah kau rampas, hatinya yang sudah kau
               patahkan, cita-citanya yang sudah kau dinding. Menurut arwah itu kemana pun kau pergi,
               sedang kau tidur dan kau bangun, sedang kau makan dan sedang kau minum, bahkan sedang
               kau dalam pelukan suamimu sekalipun. Arwah itu akan membisikkan di telingamu, dengan
               suatu bisikan yang nyata: "Kalau kau biarkan dia tinggal hidup, dialah contoh yang sebenarnya
               dari suami yang budiman, teladan yang seindah-indahnya dan seorang ayah yang pengasih:
               seorang sahabat yang setia, seorang yang menjadi tiang agung dalam masyarakat." [133]

               Mana janji kau, mana sumpah setia kau yang dahulu. Tidakkah kau bemiat hendak memelihara
               keberuntunganku, sebagaimana malaikat di langit pun memelihara keberuntungan manusia?
               Wahai, kalau kau sempatlah kiranya melihat saya sekarang ini, akan nyata oleh kau suatu tubuh
               yang telah kurus, suatu mata yang telah berkunang-kunang, suatu kekuatan yang telah habis
               dan musnah lantaran kepedihan dan bencana.

               Hayati! datanglah kemari, agak sekali dan sesaat pun cukuplah. Saya hendak melihat mukamu,
               sebabdi sana tersimpannya keberuntunganku yang telah hilang, angan-anganku yang telah
               padam. Perdengarkan kepadaku suara mu yang merdu, suara yang telah menimbulkan gairat
               untuk hidupdalam jiwa ku. Hidupkan hatiku kembali dengan cintamu. Katakanlah agak sepatah
               kalimat saja, bahwa kau masih tetap mencintaiku, meskipun ucapan itu benar atau dusta
               sekalipun, cukuplah itu bagiku.

               Sungguh, jika sekiranya pada masa ini kau bertemu olehku di tengah jalan, dengan tidak
               memperduhkan kata-kata orang, saya akan menyimpuh di hadapanmu, sebagaimana
               menyimpuh seorang inang pengasuh di hadapan raja rya. Dan kalau tidak perduli lagi, karena
               kebencian telah memenuhi hatimu kepadaku, akan saya iringkan engkau sampai kemana pun,
               supaya agak sekali kau toleh juga saya ke belakang

               Tidak ada sepatah perkataan yang akan kukeluarkan mengganggu engkau. Saya hanya hendak
               membiarkan air mataku terjatuh di hadapanmu, moga-moga kau dapat menjamah kepalaku dan
               memberi saya hidup, meskipun sesudah itu akan kau bunuh pula.
               Sangat payah sakit saya sekarang Hayati, agaknya tidak ada orang lain yang lebih sakit dari
               padakm
   79   80   81   82   83   84   85   86   87   88   89