Page 82 - Tenggelamnya Kapal
P. 82
agaknya. Kadang-kadang derajat eintaku sudah terlalu amal naik, sehingga hanya dud yang
menandingi kecintaan itu, pertama Tuhan dan kedua mati.
Tak pernah namamu lepas dari sebutan mulutku. Tidak pernah saya khianat kepadamu, baik
lahir atau pun batin. Kalau saya melihat alam, maka di dalam alam yang kulihat itu engkaulah
yang tergambar, segenap perasaanku berisi dengan engkau. Bilamana matahari terbenam saya
perhatikan benar-benar, karena di sana kelihatan wajahmu yang indak. Bila tekukur berbunyi,
kudengarkan dengan khusyu, lantaran di sana laksana tersimpan suaramu yang merdu. Dan bila
saya melihat bunga yang mekar, kembalilah semangatku, karena keindahan bunga itu adalah
ciptaan keindahanmu.
Beruntung saya rasanya hidup, sebab mengenangkan engkau. Dan tidak perlu bagiku hidup ini,
melainkan karena menghunikan engkau di dunia, untuk melihat engkau, untuk menyebut nama
engkau.
Kalau sudah nyata - dan memang nyata - bahwa cintaku itu menerima balasan, maka sekurang-
kurangnya hibailah saya, kasihanilah saya, sayangilah air mata yang telah banyak tertumpah
untuk kau. Hibailah kedukaan di balik kedukaan, sehingga hatiku sudah tidak serasa hati lagi.
Ketahuilah, bahwasanya orang yang akan menyukai kecantikanmu dalam dunia ini akan banyak
bertemu. Orang yang menambah kemuliaanmu dengan harta-bendanya bukan sedikit Tetapi
yang akan cinta kepadamu sebagai eintaku, sungguh engkau tak akan bertemu, percayalah
perkataanku, percayalah!
Hayati! Kau tertipu. Kau terpedaya dengan mulut manis. Mereka telah menipumu dengan harta
benda dan hawa nafsu Bagi mereka cinia hanva dapat berdiri dengan patri harta dan haw nafsu.
Mereka telah salah [130] menerangkan, mereka katakan bahwa hidup itu ialah buat makan dan
buat minum saja, atau buat mengumpul-ngumpulkan baju yang baru, guntingannya yang indah
dan paling model. Mereka telah mengukur kehidupan dengan rumah yang cantik, godong yang
permai, villa yang indah Mereka masukkan ke dalam pikiranmu kecintaan kepada perhiasan,
kepada dokoh dan gelang. Bagi mereka, persuami-isterian itu ialah semata-mata harta.
Tidak Hayati! Semuanya itu palsu adanya. Kalau perkawinan hanya dipertalikan oleh harga
benda, tidak juga akan berubah sipatnya dari pelacuran yang biasa, cuma bernama nikah sebab
berakad saja. Orang perempuan yang menyerahkan diri kepada suami lantaran suami itu
berharta, samalah dengan perempuan lacur yang menjual kehormatannya, bahkan lebih buruk
dari perempuan lacur, sebab perempuan itu menjatuhkan harga dirinya karena hendak mencari
sepiring nasi, tetapi si isteri ini memberikan diri karena mengejar harga. Karena mengharapkan
gelang mas, dokoh berlian, baju cantik, selendang bagus. Coba kalau si suami itu jatuh miskim,
Ya Allah! Terbuka jalan ke rumah tuan kadi, meminta khulu' dan fasakh, meminta cerai dan
talak. Mereka buangkan suami itu sebagai membuangkan daun pisang yang dikait di tepi jalan
sebab tak berpayung di ketika hari hujan, dan bila hujan reda, daun itu pun tercampaklah di
tepi jalan, diinjak-injak orang lalu.
Jangan sampai terlintas dalam hatimu, bahwa di dunia ada satu bahagia yang melebihi bahagia
cinta. Kalau kau percaya kebahagiaan selain cinta, celaka diri kau. Kau menjatuhkan ponis
kematian ke atas diri kau sendiri!
........ Kalau kau tahu! Sudah sedari lama keindahan dan kecantikan dunia ini terlepas dari
hatiku, laksana rontoknya bunga yang kekurangan air dari jembangan. Sudah sekian lama
kehidupan ini saya palsukan, saya hadapi dengan hati remuk Karena kekuasaan iblis telah
merajalela di atas hati manusia. Cuma satu saja yang kulihat paling suci ialah kau, kau sendiri!