Page 88 - Tenggelamnya Kapal
P. 88
15. PERKAWINAN
Apa benarkah begitu maksud Zainuddin? Mengapa selekas itu benar bertukar bunyi suratnya?
Itu adalah surat yang sebenarnya, yang timbul dari pada perasaan kemanusiaan, yang harus
ada pada tiap-tiap laki-laki. Laki-laki menyimpuh menadahkan tangan harapan di harapan
seorang perempuan yang dicintainya, kalau harapan itu masih dirasa ada. Tetapi turunlah
mutunya sebagai laki-laki, kalau orang telah jelas enggan, dia masih mendekat juga.
Tetapi kalau cinta telah mendalam, walau pun bagaimana tebalnya perasaan sebagai laki-laki,
badan meremuk juga laksana ayam kena penyakit menular.
Setelah Hayati menerima surat-surat yang dikirim Zainuddin itu, tergoncang juga pikirannya.
Ingatannya melayang kepada zaman-zaman yang telah lalu. Tetapi dia sudah terlalu banyak
berhutang budi kepada dunia, sebab itu dia mesti membayar kembali. Sebelum dia menjejak
pergaulan yang bebas, sebelum dia tahu memakai pakaian-pakaian guntingan yang baru,
baginya kebahapiaan itu ialah pada kecantikan alam dusunnya, pada mencintai kekasihnya yang
mula-mula. Tetapi sekarang sudah berubah, dan perubahan itu janganlah disangka perubahan
yang sejati. Itu hanyalah cat yang datang dari luar. Pergaulan dan tutur lemak manis dari kiri
dan kanan, boleh menghilangkan wama asli buat semantara waktu. Beberapa perempuan di
dalam riwayat telah kita lihat. Dengan mudah saja dia mengecewakan hati orang laki-laki,
dengan mudah dia menghubungkan kasih. dengan mudah pula dia memutuskannya. Tetapi
orang yang begini biasanya harus membayar [139] utang pula atas kesalahannya. Pada tarikh
Cleopatra, yang sanggup mempermai-mainkan hati Julius Caesar dan lain-lain orang muda,
dapatlah jadi ibarat ceritera ini. Cintanya kepada Antonius menyebabkan dia merendah
menghinakan diri.
Coba kalau sekiranya surat yang dikirimkannya kepada Zainuddin itu dibacanya dahulu sekali
lagi sebelum dimasukkannya ke ampelop, atau diheningkannya barang dua hari, agaknya tidak
akan jadi dikirimkannya.
Tetapi itulah perempuan, dia kerapkali sampai membunuh orang dengan perbuatannya yang
tiada tersengaja.
Hari perkawinan telah ditentukan, petang Kamis malam Jum'at disamakan diantara Aziz dengan
adiknya Khadijah. Sebelum hari yang ditentukan itu datang. Hayati asyik memperbaiki rumah
tangganya, mengatur bunga-bunga berkarang, pemberian kawan-kawannya, gelas dan baki,
pinggan dan cawan. Alangkah cantiknya gadis dusun itu diberi pakaian kota. Teman-temannya
sesama gadis yang belum dipanjat ijab kabul, melihat keindahan dan kecantikan Hayati dengan
perasaan iri hati: Kapan agaknya mereka akan mencoba pula yang demikian itu? Apalagi 3 hari
sebelum kawin, sate bungkusan sutera telah dibawa orang dari Padang Panjang, penuh berisi
kain-kain yang halus, sarung batik Pekalongan, Ciamis dan Tulungagung. Kebaya-kebaya
pendek yang indah potongannya, tanda mata dari bekal suaminya. Kamarnya diperhiasi indah
sekali, dipanggilkan seorang perempuan yang ahli mengatur kamar penganten dari Padang,
karena di kampung tidak ada yang pacak mengerjakannya.
Karib dan ba'it, ipar dan bisan amat ramai dalam rumah yang gedang itu. Berkali-kali lumbung
dipanjat menurunkan padi yang akan dijemur dan ditumbuk. Karena menurut pepatah
Minangkabau, harta pusaka tak boleh diusik dan digaduh, melainkan jika bertemu sebab yang