Page 76 - Tenggelamnya Kapal
P. 76

naik. Tidak ada kulihat tandatanda pada wajahnya bahwa dia termasuk gadis-gadis yang
               demikian itu. Kalau dia hanya terpaksa, maka paksaan pun tiada - kan menghilangkan cinta.
               Tetapi otak boleh sabar, boleh menimbang dengan adil, boleh dia memutar tali angan-angan
               yang menjalar kian kemari, kalau akal tidak hilang. Tetapi badan kasar kadang-kadang tiada
               seteguh pertahanan jiwa raga. Lemah gemelai dia menerima surat, hancur rasanya segala
               persendiannya, matanya berkunang-kunang, tiada senang diam rasa hatinya dalam rumah.
               Besoknya pagipagi, diberitaliukannyalah kepada orang tua tempatnya menumpang itu bahwa
               dia bermaksud hendak berjalan mengelilingi alam Minangkabau, entah sehari dua, entah
               seminggu dua, belum dapat ditentukan.
               Ditinggalkannyalah Padang Panjang, terus ke Padang, ke Bandar Seputuh, melihat ombak
               memukul pantai di tepi teluk Batang Kapas, mendengarkan anak-anak perahu melagukan lagu
               [120] palayaran. Terus ke Kurinci melihat keindahan alam di sana, melihat puncak Gunung
               Kurinci yang indah dan danaunya yang hijau. Setelah 3 hari dia di Kurinci, kembali dia ke
               Padang. Dengan melalui Si Tinjau Laut, dia pergi ke Solok, ke tambang Sawah Lunto, berbalik
               dan terus ke Batu Sangkar. Dengan melalui Tebat Patah dia pergi ke Payakumbuh, ke Manggani
               dan ketempat-tempat yang lain-lain. Katanya hendak mengobati hati tetapi percuma, karena
               tidaklah akan sembuh sesuatu penyakit, kalau nama penyakit lain dan obatnya lain pula, bukan
               methyembuhkan, tetapi menambah dalamnya penyakit saja.

               Alam itu kadang-kadang bisu dan kadang-kadang berkata, kadang-kadang muram dan kadang-
               kadang gembira rupanya. Semuanya itu bergantung kepada wama teropong hari yang melihat
               nya. Boleh pada suatu waktu kita datang kepada suatu tempat dengan hati iba, maka muramlah
               cahaya matahari dan lain kali kalau kita datang ke tempat itu juga, dengan hati yang gembira,
               dia akan gembira pula. Kalau bukan demikian, tentu samalah bentuk lukisan dan gambaran
               yang dilukis oleh ahli-ahli gambar yang pandai ....Demikian juga bunyi dan maksud syair yang
               digubahkan pujangga, bisa dia memuji dan menyanjung nikmat keindahan alam itu .... dan bisa
               pula menyesali dan memperlihatkan buruknya.
               Dia pun kembali ke Padang Panjang, karena tidak betul rupanya persangkaannya bahwa
               keindahan alam dapat mengobati hati. Dia pulang dengan muka yang lebih lesu, diletakkannya
               kopor kecilnya dan dia masuk ke dalam kamarnya dengan haluan yang tak tentu.

               "Sudah kembali Zainuddin," kata perempuan tua tempat dia menumpang itu.
               "Sudah mak!"
               "Mengapa mukamu lebih lesu?"
               "Demam saya dalam perjalanan, mak!"

               Seketika dia akan masuk kamar, orang tua itu pun memberikan sepucuk surat yang beralamat
               kepada Zainuddin, diterimanya beberapa hari sepeninggal Zainuddin pergi, diantarkan oleh
               seorang anak kecil laki-laki .

               Surat itu diambilnya dan dibuwanya ke kamamya. Sebelum baju yang lekat di badannya
               dibukanya, surat itu dibukanya lebih dahulu, kiranya suratan seorang perempuan, tetapi bukan
               suratan Hayati.



               Engku Zainuddin!
   71   72   73   74   75   76   77   78   79   80   81