Page 130 - kebudayaan
P. 130
kritikus menyatakan bahwa Indonesia pada saat itu mengalami krisis
sastra, sementara kritikus lainnya mengatakan bahwa hal itu tidak
benar. Berdasarkan tulisan-tulisan tersebut, tentunya belum dapat
disimpulkan mengenai apa yang terjadi pada masa tersebut. Selain
itu, masih ada tema-tema lainnya yang belum tersentuh. Oleh sebab
itu, diperlukan penelitian mengenai sastra Indonesia tahun 1950-an
yang secara khusus membahas tema-tema utama atau isu-isu utama
yang terjadi pada periode tersebut.
Hal itu ditandai oleh jumlah novel yang diterbitkan pada periode
ini tidak lebih dari 50 novel. Sumardjo (1991) mencatat jumlah novel
yang dianggap bermutu yang pernah terbit pada 1950-an berjumlah 34
novel. Namun, jumlah sesungguhnya yang didata oleh tim Penelitian
Sejarah Sastra Indonesia Badan Pengembangan Bahasa dan Perbukuan
tahun 2019 adalah sebanyak 47 novel.
Masa transisi yang terjadi pada 1950-an disebut juga masa
revolusi. Revolusi adalah perubahan sosial dan kebudayaan yang
berlangsung secara cepat dan menyangkut dasar atau pokok kehidupan
masyarakat. Dalam revolusi, perubahan dapat terjadi direncanakan
atau tanpa direncanakan dan dapat dijalankan dengan atau tanpa
kekerasan. Pada masa itu, masyarakat sedang menghadapi kondisi
yang cukup sulit. Hal itu berdampak pada penerbitan karya sastra
Indonesia. Pada 1950-an karya sastra banyak terbit dalam berbagai
media, misalnya majalah sastra dan majalah umum. Majalah umum
contohnya Kompas, Suara Karya, Suara Pembaruan, Rakyat Merdeka,
Republika dan majalah sastra misalnya Kisah, Basis, Pancawarna,
Mimbar Indonesia, dan Pancawarna. Selain itu, koran harian juga Buku ini tidak diperjualbelikan.
memuat karya sastra berupa cerpen, ulasan, dan kritik.
Novel yang terbit tahun 1950-an lebih banyak berbicara tentang
perang, politik, penderitaan, pembunuhan, dan kekerasan. Menurut
Wellek dan Warren (1989), sebuah karya sastra pasti memiliki dua
sifat yang menyatu, yaitu hiburan dan manfaat. Pengarang yang
Jalan Tak Ada ... 117