Page 373 - Tan Malaka - MADILOG
P. 373

putusnya  lalu-lintas  siap  mengangkut  bahan  atau  barang,  serta  kaum
             pekerja yang terutama datang dari pulau Jawa.

             Ketika  kami  dari  atas  bukit  mengagumi  bumi  yang  permai  dan  langit
             yang jernih, mataharinya mulai naik serta memancarkan sinar yang sehat-
             segar,  yang  paling  muda  diantara  kami,  berlari  menuju  ke  tebing  jalan
             kereta,  menelungkup  berama-ramai.  Tetapi  dengan  giat  gemetar,
             melambaikan  kedua  tangannya  kepada  kami  memanggil  dengan  teriak.
             Kami  lari  ketempatnya!  Salah  satu  pemuda,  mahasiswa,  ketika  kami
             semua  masih  hening  takjub  melihat  kereta  api,  panjang,  naik  bukit
             menuju  ketempat  kami,  dengan  suara  lemah  menggeletarkan  kira-kira:
             “Perhatikanlah induk mesin itu! Alangkah keras kerjanya! Asap nafasnya
             berbual-bualan:  Keringatnya  kurasa  panasnya!  Dengarlah  puputnya
             memberi pengawasan. Ketepi-ketepi, aku lari! Jangan lariku terganggu!
             Berapa ribu kilo barang kuangkut lari! Beberapa ratus jiwa dibelakangku.
             Perempuan, lelaki, pemuda pemudi, kanak-kanak dan bayi. Ketepi-ketepi,
             teriakku  sekali  lagi.  Bahayamu  adlaah  noda  bagi  diriku.  Keselamatan
             semua  aku  tanggung,  jadi  mesti  kutepati.  Saat  menit  terlambat
             menghilangkan namaku. Abangku masinis langsung bertanggung jawab.
             James  Watt  nama  nenekku!  Cepat  cakap  dan  aman  sentosa  inilah
             semboyanku! Kesempurnaan inilah hari depanku.

             Ditanah  datar  dibawah  kami  sudah  kelihatan  rumah  berjejer-jejer
             mengelilingi tanah lapang. Inilah rumah, kaum  pekerja, berbentuk baru
             dan cocok dengan ilmu hawa udara dan cahaya matahari. Selainnya dari
             pada rumah yang menjaga dan memajukan kesehatan pekerja, ditengah-
             tengah tiap-tiap rombongan rumah didapati tanah lapang buat bermacam-
             macam  sport  dari  bermacam-macam  usia,  gedung  yang  tinggi  ialah
             sekolah yang cukup mempunyai alat buat bermain, bertani, bertukang dan
             berteori.  Gedung  yang  paling  besar,  paling  tinggi  dan  paling  bagus  itu
             ialah tempat bermusyawaratannya kaum  pekerja tempat  membaca buku
             dan surat kabar dan kadang-kadang dipaku buat kotbah (lecture).
             Akhirnya  kami  sampai  pada  salah  satu  pabrik  besar.  Disini  kelihatan
             mesin yang paling baru dan paling kokoh cakap. Hasilnya berlipat ganda
             dari  yang  sudah-sudah.  Permatilah  gunting  raksasa  itu!  Baja  keras  dan
             tebal  itu  diguntingnya  seperti  adik  saya  menggunting  kertas.  Hampir
             pecah anak telinga kita mendengar martil yang 125 ton (125.000 kg) yang
             dijatuhkan dari temapt yang 6 meter tingginya itu. Baja sebesar benteng
             itu kalau ditempatnya jadi tipis seperti emping. Amatilah gergaji listrik
             itu melayani papan waja itu, seperti pandai besi pada zaman Majapahit
             memotong-motong bambu .......... Disini dibakar mesin buat pabrik gula,



             372
   368   369   370   371   372   373   374   375   376   377   378