Page 140 - Buku Kemdikbud Ki Hadjar Dewantara
P. 140
Prinsip nasionalisme Hindia yang dipegang erat Tjipto
mendorong Pemerintah Hinda Belanda menunjuk dirinya sebagai
anggota Volksraad dengan harapan sikap tersebut berubah. Akan
tetapi, harapan pemerintah itu tidak terwujud karena selama
menjadi anggota Volksraad, Tjipto dengan teguh memegang dan
menjalankan sikap politiknya tersebut. Melihat kenyataan itu,
pada 1920, Pemerintah Hindia Belanda mengasingkan Tjipto ke
luar Pulau Jawa. Tidak lama kemudian, Tjipto dipindahkan ke
Bandung dengan status sebagai tahanan kota. Selama di Bandung,
Tjipto membuka praktik dokter dan bersepeda ke kampung-
kampung untuk memberikan pengobatan kepada masyarakat.
Di sini pula, Tjipto berjumpa dengan para pemimpin pergerakan
generas kedua, antara lain Sukarno yang pada 1923 mendirikan
Algemeene Studie Club (ASC). Oleh karena status politiknya,
Tjipto tidak menjadi anggota resmi ASC, tetapi pemikirannya
tentang perjuangan dan nasionalisme Hindia diterima sebagai
sumbangan sangat berharga bagi bangsa Hindia.
Pada 1927, Belanda menganggap Tjipto terlibat dalam
upaya sabotase sehingga membuangnya ke Banda Neira, Maluku.
Pada saat menjalani hukumannya, penyakit asma yang sudah lama
diderita Tjipo kambuh kembali dan untuk keperluan pengobatan,
Pemerintah Hindia Belanda menawarkan perjanjian bahwa
pengobatan penyakitnya itu akan ditanggung oleh pemerintah
dengan syarat tidak terlibat aktif di dunia politik. Akan tetapi,
penawaran tersebut ditolak tegas oleh Tjipto. Akibatnya, Tjipto
dipindahkan ke Makassar, kemudian ke Sukabumi (1940), dan
akhirnya ke Batavia sampai meninggal dunia pada 8 Maret 1943.
140 Tiga Serangkai Dalam Pergerakan Nasional