Page 139 - Buku Kemdikbud Ki Hadjar Dewantara
P. 139
Hindia Belanda, Tjipto bergabung dengan Insulinde yang pada
9 Juni 1919 berganti nama menjadi Nationaal-Indische Partij
(NIP). Bergabungnya Tjipto di partai politik yang berhaluan
nasionalis, tidak dapat dilepaskan dari pandangan atau sikapnya
tentang nasionalisme.
Nasionalisme Tjipto terlihat jelas dalam perdebatannya
dengan Soetatmo Soeriokoesoemo yang terjadi di Kongres
Kebudayaan Jawa di Solo pada 5-7 Juli 1918. Dalam kongres itu,
Tjipto menentang keras argumentasi Soetatmo mengenai konsep
Nasionalisme Jawa. Tjipto berpandangan bahwa konsep tersebut
sangat tidak tepat karena Jawa telah kehilangan kedaulatannya
sehingga hanya bagian dari wilayah kekuasaan Pemerintahan
Hindia Belanda yang didominasi oleh Hindia. Akibat kondisi
itu, tanah air orang Jawa tidak lagi Pulau Jawa, melainkan
Hindia sehingga para pemimpin pergerakan menumbuhkan
semangat nasionalisme Hindia kepada masyarakat Jawa dan
seluruh penduduk Hindia (Shiraishi, 1981: 96-97). Pemikiran
Tjipto tersebut menunjukkan bahwa meskipun dirinya masih
termasuk ke dalam golongan priyayi rendah, tepatnya priyayi
profesional, dengan latar belakang budaya Jawa, namun masa
depan masyarakat pribumi tidak dilandaskan pada konsep
nasionalisme Jawa, melainkan nasionalisme Hindia.
Mangoenkoesoemo, dan E.F.E. Douwes Dekker, baru dicabut secara
resmi oleh Pemerintah Hindia Belanda pada 17 Agustus 1917. Akan
tetapi, kepulangan Soewardi dan Douwes Dekker ke Hindia Belanda
tertunda karena ketiadaan sarana transportasi yang bertujuan ke Hindia
Belanda akibat meletusnya Perang Dunia I (1914-1918) (Soewito, 1982:
57).
Tiga Serangkai Dalam Pergerakan Nasional 139