Page 138 - Buku Kemdikbud Ki Hadjar Dewantara
P. 138
bidang pendidikan, menghantarkan Ki Hadjar Dewantara pada
jabatan sebagai Menteri Pengajaran dan Pendidikan, setelah
Indonesia merdeka. Pada 1957, Ki Hadjar Dewantara menerima
anugerah Doktor (HC) dari Universitas Gadjah Mada dan dua
tahun kemudian (1959), Ki Hadjar Dewantara meninggal dunia
di Yogyakarta.
Berbeda dengan Ki Hadjar Dewantara, dua tokoh
lainnya yakni Tjipto Mangoenkoesoemo dan Soetomo tidak
berjuang di bidang pendidikan, melainkan secara konsisten
di bidang politik. Ketika Boedi Oetomo (BO) berdiri pada 20
Mei 1928, Tjipto menyambut baik organisasi pertama pada
masa pergerakan nasional tersebut. Dalam perkembangannya,
Tjipto berkeinginan agar BO menjadi organisasi politik yang
demokratis dan terbuka bagi semua rakyat Indonesia. Keinginan
Tjipto tersebut melahirkan penentangan dari para pengurus
dan anggota yang menginginkan BO sebagai organisasi sosial
budaya dan keanggotaan tertutup. Artinya, tidak setiap orang
dapat menjadi anggota BO, melainkan mereka yang memiliki
status sosial tertentu sesuai dengan tradisi Jawa. Perbedaan
pandangan itu, yang mendorong Tjipto meninggalkan BO dan
mendirikan R.A. Kartini Club.
Baru satu tahun menjalankan hukuman di Belanda, pada
1914, dengan alasan kesehatan, Pemerintah Hindia Belanda
mengizinkan Tjipto kembali ke Hindia Belanda. Setibanya di
22
dari nama barunya Ki Hajar Dewantara yang memiliki makna “seorang
terhormat (Ki) yang mengajar (Hajar) sebagai wakil/perantara dewa
(Dewantara).
22. Keputusan hukuman buang atas Soewardi Soerjaningrat, Tjipto
138 Tiga Serangkai Dalam Pergerakan Nasional