Page 17 - Buku Toponimi Vorstenlanden Bab 1
P. 17
dan para pemimpinya ditangkap dan dibuang ke Sailan dan Afrika Selatan,
kecuali Pangeran Mangkunegoro yang diampuni ayahnya.
Pada masa pemerintahan Paku Buwono II (1727-1749) Mataram di-
guncang lagi perlawanan yang dipimpin oleh Mas Garendi (cucu Sunan
Mas). Perlawaan ini di dukung oleh orang-orang Tionghoa yang gagal
mengadakan pembrontakan terhadap VOC di Batavia. Mas Garendi
berhasil menduduki ibu kota Kartasura. Paku Buwono II melarikan diri ke
Ponoraga. VOC minta bantuan kepada Bupati Madura, Cakraningrat untuk
merebut kembali Kartasura, dengan janji bahwa keinginan Cakraningrat untuk
melepaskan diri dari Mataram akan dikabulkan. Cakraningrat berhasil merebut
kembali Kartasura dan Paku Buwono II berhasil kembali ke Kartasura
sebagai raja. Namun selanjutnya antara VOC dengan Cakraningrat terjadi
perselisihan karena hampir Cakraningrat tidak mau meninggalkan Kartasura.
Perselisihan berakhir dengan ditangkapnya Cakraningrat dan di buang ke Afrika
Selatan (1745)
Setelah beberapa kali terjadi perlawanan, Kartasura dianggap tidak layak
sebagai ibu kota kerajaan; maka pusat pemerintahan dipindahkan ke Surakarta.
Makin bercokolnya VOC di Mataram, maka masa Paku Buwono II ini juga
terjadi perlawanan lagi di bawah pimpinan Raden Mas Said (putra Pangeran
Mangkunegoro) dan menduduki Sukowati. Oleh Paku Buwono II dikeluarkan
semacam sayembawa, siapa yang dapat merebut daerah Sukowati akan men-
dapat daerah itu sebagai imbalannya. Pangeran Mangkubumi, adik Paku Buwono
II berhasil merebut Sukowati, tetapi ternyata daerah itu tidak diberikan.
Pangeran Mangkubumi meninggalkan kota dan bergabung dengan Raden Mas
Garendi. Setelah Mangkubumi bergabung dengan Mas Said, terjadilah kubu
persektuan antara Mangkubumi-Mas Said melawan Paku Buwono II dan III.
Pada waktu Paku Buwono II sakit keras, utusan VOC dari Batavia datang
9