Page 9 - TUGAS JESITA
P. 9
aliran sungai asli kemudian ditimbun untuk memberikan lahan yang lebih luas bagi
pembangunan deretan candi perwara (candi pengawal atau candi pendamping).
Beberapa arkeolog berpendapat bahwa arca Siwa di garbhagriha (ruang utama)
dalam candi Siwa sebagai candi utama merupakan arca perwujudan raja Balitung,
sebagai arca pedharmaan anumerta beliau.[5] Nama Prambanan, berasal dari nama
desa tempat candi ini berdiri, diduga merupakan perubahan nama dialek bahasa
Jawa dari “Para Brahman”, yang mungkin merujuk kepada masa jaya candi ini yang
dahulu dipenuhi oleh para brahmana.
Kompleks bangunan ini secara berkala terus disempurnakan oleh raja-raja
Medang Mataram berikutnya, seperti raja Daksa dan Tulodong, dan diperluas dengan
membangun ratusan candi-candi tambahan di sekitar candi utama. Karena kemegahan
candi ini, candi Prambanan berfungsi sebagai candi agung Kerajaan Mataram, tempat
digelarnya berbagai upacara penting kerajaan. Pada masa puncak kejayaannya,
sejarawan menduga bahwa ratusan pendeta brahmana dan murid-muridnya berkumpul
dan menghuni pelataran luar candi ini untuk mempelajari kitab Weda dan
melaksanakan berbagai ritual dan upacara Hindu. Sementara pusat kerajaan
atau keraton kerajaan Mataram diduga terletak di suatu tempat di dekat Prambanan
di Dataran Kewu.
2. Diterlantarkan
Sekitar tahun 930-an, ibu kota kerajaan berpindah ke Jawa Timur oleh Mpu
Sindok, yang mendirikan Wangsa Isyana. Penyebab kepindahan pusat kekuasaan ini
tidak diketahui secara pasti. Akan tetapi sangat mungkin disebabkan oleh letusan
hebat Gunung Merapi yang menjulang sekitar 20 kilometer di utara candi Prambanan.
Kemungkinan penyebab lainnya adalah peperangan dan perebutan kekuasaan. Setelah
perpindahan ibu kota, candi Prambanan mulai terlantar dan tidak terawat, sehingga
pelan-pelan candi ini mulai rusak dan runtuh.
Bangunan candi ini diduga benar-benar runtuh akibat gempa bumi hebat pada
abad ke-16. Meskipun tidak lagi menjadi pusat keagamaan dan ibadah umat Hindu,
candi ini masih dikenali dan diketahui keberadaannya oleh warga Jawa yang menghuni
desa sekitar. Candi-candi serta arca Durga dalam bangunan utama candi ini
mengilhami dongeng rakyat Jawa yaitu legenda Rara Jonggrang. Setelah
perpecahan Kesultanan Mataram pada tahun 1755, reruntuhan candi dan sungai Opak
di dekatnya menjadi tanda pembatas antara wilayah Kesultanan
Yogyakarta dan Kasunanan Surakarta (Solo).
3. Penemuan Kembali
Reruntuhan candi Prambanan segera setelah ditemukan.
Penduduk lokal warga Jawa di sekitar candi sudah mengetahui keberadaan
candi ini. Akan tetapi mereka tidak tahu latar belakang sejarah sesungguhnya, siapakah
raja dan kerajaan apa yang telah membangun monumen ini. Sebagai hasil imajinasi,
rakyat setempat menciptakan dongeng lokal untuk menjelaskan asal-mula keberadaan
candi-candi ini; diwarnai dengan kisah fantastis mengenai raja raksasa, ribuan candi
yang dibangun oleh makhluk halus jin dan dedemit hanya dalam tempo satu malam,