Page 97 - Seribu Alasan untuk Mati Hari Ini dan Kumpulan Cerpen
P. 97
Ah! Saya masih juga belum bisa tidur. Jam yang melekat
di dinding, di dekat televisi itu menunjukkan pukul 1
dinihari. Pikiran saya masih berkelana entah ke mana.
Berapa kali pun saya mencoba memejamkan mata, tapi
itu juga tidak berhasil.
Terkadang, seperti di beberapa malam sebelumnya, saya
seperti bermimpi, ada di suatu tempat yang menarik, di
tepi pantai, atau di tengah padang rumput yang luas,
rasanya begitu nyata, tapi saya tersadar, lalu kembali ke
sana, lalu tersadar, dan begitu terus berulang-ulang,
seperti sebuah film yang sedang shooting tetapi di cut, lalu
action di adegan yang sama berulang kali.
“Hai, saya Edmond,” sapa suara itu.
Saya menoleh melihatnya. Pria berambut gondrong,
mengenakan kaos oblong berwarna biru muda dengan
tulisan abstrak warna hitam : “I WANT TO LIVE FREE”
lalu, celana jeansnya yang robek sana-sini, sandal jepit,
dan sederet tato yang memenuhi lengannya, menyembul
dari balik kaosnya, lalu bekas tindik anting di telinga kiri
dan kanannya.
“Rere,” balas saya sambil menjabat tangannya.
“Biar saya tebak…Kanker atau demam berdarah?” kata
Edmond.
“HIV,” jawab saya dengan cuek.
Raut wajahnya tampak berubah terkejut, saya mencoba
menahan tawa saya dalam hati.
95