Page 4 - 1. Modul Bab 9
P. 4
Republik Indonesia (Jawa) dan pembentukan negara Serikat. Atas anjuran Duta
Istimewa Inggris Clark Kern, Syahrir memberi konsensus pada bulan Maret itu
juga, yaitu agar Belanda mengakui RI di Jawa dan Sumatera saja dan agar
bersama-sama Belanda membentuk Republik Indonesia Serikat. 21
Keinginan Belanda lewat tentara Sekutu dinyatakan oleh Van Mook pada
tanggal 19 Januari 1946. Kehadirannya adalah bermaksud menciptakan negara
persemakmuran (commenwealth). Anggotanya adalah kerajaan Belanda,
Suriname, Curocao dan Indonesia. Urusan ke luar commenwealth itu dipegang
oleh kerajaan Belanda sedangkan urusan ke dalam dipegang oleh masing-
masing negara.
Pada perundingan bulan Mei 1946, Van Mook mengusulkan agar Republik
Indonesia bersedia membentuk Commentwealth dan pengakuan Belanda atas
kekuasaan RI di Jawa dan Madura dikurangi kota-kota yang telah diduduki Sekutu.
Usul ini tentu saja ditolak oleh pihak RI. Pemerintah tetap menolak ide
Commentwealth dan tetap menuntut pengakuan kedaulatan atas Jawa, Madura,
dan Sumatera.
Kesulitan-kesulitan dihadapi di meja perundingan antara Indonesia dan
Belanda mengenai pengakuan kedaulatan RI dan intimidasi Belanda di luar Jawa
dan Sumatera. Di samping itu munculah oposisi Tan Malaka dengan Persatuan
perjuangannya yang dengan gencar menyerang pemerintah. Sikap ini memuncak
dengan meletusnya pergolakan di daerah-daerah Solo untuk menghapuskan
daerah istimewa Surakarta. Keadaan sedemikian kritisnya, sehingga Presiden
merasa perlu mengumumkan keadaan bahaya.
Status keadaan bahaya diperlakukan untuk seluruh Indonesia karena pihak
Tan Malaka berhasil menculik Sutan Syahrir bersama Mayor Jenderal Sudibyo, Dr.
Darmasetiawan, dan Dr Sumitri. Atas seruan Presiden, para penculik kemudian
membebaskan Syahrir dan kawan-kawan. Kemudian pihak PP mencoba
memaksa Presiden untuk menyusun pemerintah baru yang dipimpin oleh kawan-
kawan Tan Malaka pada tanggal 3 Juli 1947, tetapi Presiden tetap menunjuk Sutan
Syahrir sebagai Perdana Menteri. Kabinet Syahrir III terbentuk Oktober 1946.
Dari pihak Belanda intimidasi dimulai dengan diselenggarakannya
Konferensi Malino bulan Juli 1946 untuk membentuk “negara-negara“ di wilayah-
wilayah yang akan ditinggalkan tentara Sekutu. Hal ini jelas bertentangan dengan
kehendak RI yaitu agar negara-negara bagian dalam Republik Indonesia dibentuk
bersama-sama RI dan Belanda.
Sementara itu pihak Inggris ikut berbicara dengan maksud agar penarikan tentara
Sekutu (Inggris) berjalan secepat mungkin, agar utusan Inggris di bawah
pimpinan Lord Killearn tiba pada bulan Agustus dan mengusulkan antara lain
syarat-syarat gencatan senjata antara RI dengan Belanda.
3