Page 5 - 1. Modul Bab 9
P. 5

Pemerintah Indonesia menyetujui usul ini dan mengirim perwira-perwira tentara
                        Republik Indonesia untuk menyelesaikan masalah tehnis gencatan senjata.

                             Sementara  itu  perundingan  dengan  pihak  Belanda  dilanjutkan  setelah
                        Kabinet Syahrir III disyahkan pada bulan Oktober 1946.  Delegasi  Indonesia, yang

                        dipimpin  oleh  Sutan  Syahrir,    mengajukan  usul  agar  Indonesia  diakui

                        kedaulatannya.  Pihak  Belanda  mengajukan  usul  Commenwealth  lagi.  Tetapi
                        akhirnya  tercapai  juga  suatu    konsensus.    Perundingan  yang  dilakukan  di

                        Linggarjati dikeluarkan  hasilnya pada tanggal 15 November 1946. Belanda dan
                        Republik Indonesia Serikat berada dalam  suatu  Uni  Indonesia-Belanda.  Jadi ide

                        Commenwealth gugur, dan kekuasaan RI meliputi Jawa, Sumatera. Namun hasil

                        persetujuan Linggarjati ini ternyata tidak bisa diterima oleh PNI, Pertindo, Partai
                        Katolik, Masyumi, dan laskar-laskar (Partai sosialis dan Kabinet Syahrir dengan

                        sendirinya  mendukung). Dengan perantaraan wakil Presiden  Moh. Hatta, akhirnya
                        persetujuan itu  bisa    disyahkan  oleh  KNIP.  KNIP,  pada    waktu itu, berfungsi

                        sebagai parlemen dalam sidangnya di Malang tanggal 25 Maret 1947. Seminggu

                        sebelumnya, 12 Februari persetujuan gencatan senjata juga ditandatangani oleh
                        pihak militer.

                               Pelaksanaan  dari  kedua  persetujuan  itu  ternyata  tidak  mudah.  Masing-
                        masing  pihak  membuat    interpretasinya  sendiri.  Selain  itu,    kabinet  Syahrir

                        mendapat  tantangan hebat dari partai-partai. Sebab  itu, akhirnya Sutan Syahrir
                        meletakkan  jabatan.  Sebagai  penggantinya  Presiden  mengangkat  Amir

                        Syarifuddin sebagai perdana menteri.

                             Pada tanggal 21 Juli 1947, Belanda tiba-tiba melancarkan Agresi Militer I dan
                        berhasil menerobos pertahanan RI. Tentara Republik Indonesia bertahan dengan

                        melancarkan perang gerilya. Pada akhir Juli 1947, India dan Australia mengajukan

                        tuntutan mengenai Agresi Militer Belanda itu pada Dewan Keamanan PBB dan
                        DK-PBB memerintahkan gencatan senjata pada tanggal 4 Agustus 1947. Selain

                        itu, suatu komisi konsuler, yang terdiri atas konsul-konsul Amerika Serikat, Cina,
                        Belgia,  Perancis,  Inggris,  dan  Australia  di  Jakarta,  ditugaskan  PBB  untuk

                        menyelidiki  masalah-masalah  itu  dan  melaporkan  pada  Dewan  Keamanan.
                        Amerika  Serikat  kemudian  mengusulkan  pada  Dewan  Keamanan  untuk

                        membentuk suatu komisi yang mengawasi pelaksanaan gencatan senjata. Komisi,

                        yang terdiri  atas  Dr.  Frank  Graham  (AS),    Richard  Kirby  (Australia),  dan  Paul
                        Vanzeelant (Belgia), di Indonesia dikenal dengan nama Komisi Tiga Negara (KTN)

                        atau  komisi  jasa  baik.  Komisi  ini  hanya  mempunyai  wewenang  dalam  bidang
                        militer,  sedangkan  dalam  bidang  politik  komisi  hanya  mempunyai  hak

                        mengusulkan.
                             Komisi yang mulai bekerja pada bulan Oktober 1947 itu membuka kembali

                        perundingan-perundingan politik antara Indonesia  dan  Belanda.  Pihak Indonesia

                        dalam perundingan ini dipimpin oleh Amir Syarifuddin. Ia ternyata



                                                                4
   1   2   3   4   5   6   7   8   9   10