Page 6 - 1. Modul Bab 9
P. 6
adalah seorang komunis. Perundingan itu dilakukan di atas kapal USS Renville
pada tanggal 8 Desember 1947. Selain itu ada suatu komisi teknis yang dipimpin
oleh dr. J. Leimana dibentuk untuk menyelesaikan masalah gencatan senjata.
Pihak Belanda menginginkan agar masalah gencatan senjata itu diselesaikan dulu
sebelum masalah politik dirundingkan. Namun utusan Indonesia beranggapan
masalah politiklah yang paling penting. Dengan demikian perundingan Renville
dihentikan untuk sementara.
Tidak lama kemudian utusan RI menyetujui Belanda agar masing-masing
pihak mendekati Komisi Tiga Negara (KTN) untuk merundingkan sikap politiknya.
Hasil perundingan ini KTN berpendapat bahwa perjanjian Linggarjati harus
dijadikan landasan perundingan politik. Pihak Belanda menanggapi usul KTN
dengan usul 12 prinsip politik yang pada dasarnya tidak menginginkan adanya
Republik Indonesia. Pihak RI bahkan hanya berhasil mengatasi keadaan dengan
mengajukan 6 prinsip politik tambahan. Utusan RI menerima usul ini, karena
ketentuannya adalah diadakan plebisit di Indonesia untuk menentukan apakah
daerah-daerah bersedia atau tidak bergabung dengan RI. Pihak Belanda pun
menerima. Sementara itu muncul masalah-masalah di dalam negeri, khususnya
intimidasi dari Belanda, yaitu pembentukan negara- negara boneka. Untuk
menghadapi Belanda, Amir Syarifuddin mengganti anggota-anggota kabinet agar
menjadi lebih kuat, namun setelah Renville ditandatangani Masyumi dan PNI
menarik anggota-anggotanya dari kabinet. Akibatnya Kabinet Amir Syarifuddin
yang hanya didukung oleh sayap kiri (partai-partai yang beraliran Marxisme).
Kabinet Amir pun jatuh.
Presiden kemudian menunjuk Drs. M. Hatta sebagai formatur. Kabinet Hatta
terbentuk tanpa sayap kiri tetapi dengan dukungan Masyumi, PNI, Parkindo, dan
Partai Katolik. Program kabinet Hatta adalah pelaksanaan persetujuan Renville,
pembentukan RIS, rasionalisasi tentara dan pembangunan.
Untuk pembentukan RIS dan plebisit, Perdana Menteri Hatta menunjuk Mr.
Moh. Roem dan Belanda diwakili oleh Abdul Kadir Widjojoatmodjo. Perundingan
dilaksanakan di Kaliurang tetapi gagal. Hal ini disebabkan adanya desas-desus
yang sengaja disebarluaskan oleh pihak komunis, bahwa RI mengadakan
hubungan politik dengan Uni Soviet. Reaksi Belanda atas desas- desus ini adalah
meminta kepada RI, pertama, agar dalam masa peralihan (menjelang terbentuknya
RIS) kedaulatan di seluruh Indonesia berada dalam tangan Belanda: kedua agar
hubungan dengan Uni Soviet dihentikan. RI menjawab kedudukan RI tidak bisa
diubah.
Sementara itu Amir Syarifuddin membentuk apa yang disebut Front
Demokrasi Rakyat, yaitu suatu persatuan antara golongan komunis dan unsur-
unsur radikal lainnya. Mereka memancing konflik dengan golongan Hatta dan
5