Page 13 - e-modul bab 8 PAI
P. 13
tersebut. Akibatnya masyarakat tidak akan akan patuh dan tunduk
pada otoritas mereka (Alatas, 1999:65)
Praktik korupsi yang meluas dalam politik, seperti pemilu yang
curang, kekerasan dalam pemilu, money politics (politik uang) dan
lain-lain dapat berakibat pada timbulnya kekerasan pada masyarakat
oleh penguasa dan tersebarnya korupsi. Di samping itu, hal ini akan
memicu terjadinya instabilitas sosial politik dan integrasi sosial.
Bahkan dalam banyak kasus, hal ini menyebabkan jatuhnya
kekuasaan pemerintahan secara tidak terhormat, seperti yang terjadi
di Indonesia pada rezim orde baru.
5. Bahaya Korupsi terhadap Sistem Birokrasi Administrasi
Korupsi juga menyebabkan tidak efisiennya birokrasi dan
meningkatnya biaya administrasi dalam birokrasi. Jika birokrasi
telah dikuasai oleh korupsi dalam berbagai bentuknya, maka prinsip
dasar birokrasi yang rasional, efisien, dan kualifikasi tidak akan
pernah terlaksana. Kualitas layanan jelek dan mengecewakan publik.
Hanya orang kaya yang mendapatkan layanan yang baik karena
mereka mampu menyuap. Keadaan ini dapat menyebabkan
meluasnya keresahan sosial, ketidaksetaraan sosial dan selanjutnya
mungkin kemarahan sosial yang menyebabkan “jatuhnya” para
birokrat.
6. Bahaya Korupsi terhadap Sistem Perekonomian
Korupsi juga berdampak merusak perkembangan ekonomi
suatu bangsa. Jika sebuah proyek ekonomi sarat dengan korupsi
(penyuapan untuk kelulusan proyek, nepotisme dalam penunjukan
pelaksana proyek, penggelapan dalam pelaksanaannya, dan bentuk-
bentuk korupsi lain dalam proyek), maka pertumbuhan ekonomi
yang diharapkan dari proyek tersebut tidak akan tercapai.
Penelitian empirik oleh Transparency International menun-
jukkan bahwa korupsi juga mengakibatkan berkurangnya investasi
modal dalam negeri maupun luar negeri, karena para investor akan
berfikir dua kali untuk membayar biaya yang lebih tinggi dari
semestinya dalam berinvestasi (seperti untuk penyuapan pejabat agar
mendapat izin, biaya keamanan kepada pihak keamaanan agar
investasinya aman dan biaya-biaya lain yang tidak perlu). Nur Kholis
(2013) mengungkapkan bahwa sejak tahun 1997, investor dari
negara-negera maju seperti Amerika dan Inggris cenderung lebih
suka menginvestasikan dana mereka dalam bentuk Foreign Direct
Investment (FDI) kepada negara yang tingkat korupsinya kecil.
12