Page 44 - TOKSOPLASMOSIS-pada-Hewan
P. 44
menunjukkan, sangat sedikit perbedaan pada antigen toksoplasma
(Rinder et al., 1995). Pada penelitian lain yang dilakukan melalui
seleksi polimorfis dengan menggunakan isoensim atau penanda
DNA, mendukung adanya hasil yang rendah pada tingkat diversitas di
antara galur-galur pada toksoplasma. Dari 18 ensim yang digunakan,
hanya 6 isoensim polimorfis yang teridentifikasi (Dardee, 1988).
Dengan adanya perkembangan dari teknik PCR, memungkinkan
untuk mengamplifikasi suatu lokus genetika yang spesifik melalui
teknik Restriction Fragment Long Polymorphisme (RFLP-PCR)
dari sejumlah kecil sel. Melalui teknik ini, memungkinkan peneliti
untuk menganalisa secara langsung struktur genetika populasi
dari toksoplasma, tanpa harus membiakannya di laboratorium
dan juga memungkinkan untuk merubahnya di luar hospes yang
sesungguhnya. Dengan menggunakan PCR, seorang peneliti juga
dapat mengidentifikasi adanya polimorfis pada fragmen DNA
dari suatu galur yang spesifik, melalui teknik Random Amplified
Polymorphisme DNA (RAPD)(Williams et al., 1990).
Adanya keragaman populasi dari klon toksoplasma dapat
digunakan untuk menjelaskan korelasi antara genotip dari suatu
parasit dengan patogenitas yang terjadi pada hospes yang terinfeksi.
Galur dari tipe 1 misalnya, identik dengan infeksi akut pada mencit
dengan tingkat parasitemia tinggi dan berbeda dengan galur lain
pada suatu lokus. Sedangkan pada tipe 2 lebih spesifik pada kasus
infeksi kronis dan lebih umum terjadi pada pasien yang menderita
AIDS (Howe dan Sibley, 1995). Pendekatan genetika molekuler juga
memungkinkan para ahli untuk membuat semacam peta genetika dan
mengidentifikasi gena-gena yang bertanggung jawab dalam proses
patogenesis dari toksoplasmosis.
Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai struktur genetika dari
Toxoplasma gondii, perlu dilakukan suatu pemetaan genetika dengan
melibatkan seluruh mata rantai genetika dan informasi pemetaan secara
Toksoplasmosis pada Hewan 35