Page 203 - Pemikiran Agraria Bulaksumur Telaah Awal atas Pemikiran Sartono Kartodirdjo Masri Singaarimbun dan Mubyarto
P. 203
Pemikiran Agraria Bulaksumur
adat di dalam struktur perundangan yang terkait dan apakah
masyarakat dayak memang memiliki persekutuan hukum yang
membuatnya memiliki hak atas tanah ulayat.
Sebagaimana banyak penilaian kritis atas UU Pokok Kehu-
tanan 1967 menyebutkan bahwa undang-undang ini membuka
peluang pemodal besar (pemegang HPH) melakukan eksploitasi
terhadap sumber daya hutan. Seiring dengan terjadinya timber
boom secara besar-besaran banyak petani peladang di Kalimantan,
Sumatera, dan sebagainya kehilangan hak pengelolaan atas
sumber daya alam yang sejak lama—jauh sebelum UU Pokok
Kehutanan dan modal besar masuk—telah menopang dan
menjadi sumber hidup mereka. Tetapi karena pengelolaan hutan
dengan cara demikian menempel pada proyek besar pem-
bangunan nasional, maka residu dari proyek industrialisasi hutan
itu dimasukkan kembali ke dalam proses produksi industrial.
Artinya, petani peladang yang kehilangan hak-hak pengelolaan
hutan dimasukkan ke dalam industri hutan sebagai buruh ba-
yaran, atau mereka menggarap lahan basah atau kering yang dise-
diakan pemerintah sebagai pengganti atas hak mereka yang
hilang.
Departemen-departemen dalam tubuh pemerintahan juga
berada di belakang perusahaan yang mendapat izin penebangan
hutan. Empat departemen terlibat aktif dalam proyek ini.
Departemen Pertanian menyelenggarakan PIR BUN (Perusahaan
Inti Rakyat dan Perkebunan). Departemen ini bertugas membim-
bing petani kebun dan merehabilitasi usaha perkebunan rakyat—
yang terkena dampak HPH. Departemen transmigrasi merancang
lokasi dan menempatkan petani transmigran—di daerah bekas
hutan. Petani lokal disediakan jatah jika ingin ikut dalam proyek
transmigrasi sebagai peserta. Sedangkan Departemen Sosial
184