Page 200 - Pemikiran Agraria Bulaksumur Telaah Awal atas Pemikiran Sartono Kartodirdjo Masri Singaarimbun dan Mubyarto
P. 200

Pemikiran Masri Singarimbun
               melihat problem kemiskinan sebagai problem kebudayaan atau
               takdir tetapi lebih luas lagi ditautkan dengan struktur kebijakan
               dan political will pemerintah. Sehingga kenyataan ini mau tidak
               mau secara langsung mengkoreksi kebijakan pembangunan
               pemerintah yang dinilai tidak berpihak dan terlalu berorientasi
               pertumbuhan ekonomi. Kemiskinan struktural biasanya dipahami
               sebagai kondisi kemiskinan yang disebabkan situasi yang mene-
               kan. Situasi itu dapat berupa kebijakan, peraturan, atau institusi
               yang menghambat peningkatan produktifitas atau berkembang-
               nya potensi manusia semaksimal mungkin. Lebih tegas lagi
               Suyanto (1995) meminjam Soetandyo menyebutkan kemiskinan
               struktural sebagai akibat dari struktur atau tatanan kehidupan
               yang tidak menguntungkan.
                   Publikasi kemiskinan Sriharjo (1976) itu setidaknya
               mengungkap tiga hal mendasar yang sangat jelas menunjukan
               kronisnya kondisi kehidupan penduduk; yaitu bagaimana te-
               kanan penduduk atas tanah, bagaimana hubungan tanah dan
               tenaga kerja, dan bagaimana penduduk memenuhi pendapatanya
               untuk mencukupi kebutuhan hidup.
                   Salah satu kampung di kelurahan itu, Miri, penduduknya
               di tahun 1970-an berjumlah 164 keluarga atau 964 orang. Total
               tanah subur (sawah dan pekarangan) di kampung itu berjumlah
               29.5 ha, jika dibagi per kepala jumlahnya menjadi 0.0425 ha. Dari
               164 keluarga itu, hanya 104 keluarga yang memiliki sawah, 24
               keluarga memiliki tanah kering, dan 36 keluarga tidak memiliki
               sawah sama sekali. Sepertiga tanah di kampung itu kurang dari
               o,20 ha dimiliki oleh 137 keluarga. Sedangkan 66 % bidang tanah
               lainya lebih dari 0.20 ha dan dimiliki 27 keluarga. Jika mengacu
               pada Undang-undang Pokok Agraria tahun 1960, tidak ada orang
               yang bisa memiliki lebih dari 5 ha tanah di area yang padat

                                                                   181
   195   196   197   198   199   200   201   202   203   204   205