Page 202 - Pemikiran Agraria Bulaksumur Telaah Awal atas Pemikiran Sartono Kartodirdjo Masri Singaarimbun dan Mubyarto
P. 202

Pemikiran Masri Singarimbun
               tidak menggunakan tenaga hewan atau teknologi modern apa-
               pun. Setiap keluarga menghasilkan 1.150 kg beras, atau sekitar
               4.8 kg per orang sehari kerja.  Sehingga masih ada surplus yang
               bisa dijual setelah kebutuhan keluarga tercukupi (sekitar 125 kg
               perorang). Di Sriharjo, luas tanah yang digarap kurang dari
               seperempat jumlah tanah garapan di Sumatera Timur, tetapi
               jumlah orang yang bekerja untuk memanen 223 orang, sedangkan
               di Sumatera Timur 154 orang. Jadi petani di  Sriharjo mengguna-
               kan 45 % lebih banyak tenaga kerja per hektar dibanding di
               Sumatera. Tenaga kerja di Sriharjo memang lebih banyak tetapi
               lebih murah.  Ketika studi itu dilakukan, upah buruh tani per
               hari Rp. 30,- sepadan dengan 0.75 kg gabah kering. Mereka yang
               bekerja hanya mendapatkan 11 kg beras dalam satu musim kerja
               (umumnya 180 hari). Di Sriharjo, kekurangan tanah memaksa
               orang untuk mencari pekerjaan lain, bahkan selama musim tanam
               sekalipun. Sekitar 88 % orang di Sriharjo bekerja di sawah, dan
               hanya 22 % dari seluruh waktu yang dihabiskan di sawah, sedang-
               kan sisa waktu lainya dihabiskan untuk pertanian lain dan ke-
               giatan di luar sektor pertanian. 134
                   Kepedulian terhadap orang-orang yang terpinggirkan mem-
               bawa Masri untuk tidak diam ketika UU Pokok Kehutanan Tahun
               1967 berdampak terhadap kehidupan dan hak-hak masyarakat
               dayak. Dalam sebuah tulisan berjudul “Hak Ulayat Masyarakat
               Dayak”  terasa betul dimana Masri membela hak masyarakat
                     135
               adat. Tulisan itu mendiskusikan dua persoalan peting terkait
               dengan isu ini, yaitu bagaimana posisi hak ulayat masyarakat



                   134   Ibid.
                   135  Masri Singarimbun, “Hak Ulayat Masyarakat Adat” dalam Kebudayaan
               Dayak, Aktualisasi dan Transformasi (Jakarta:  Grasindo, 1994) hlm 53-65.

                                                                   183
   197   198   199   200   201   202   203   204   205   206   207