Page 245 - TOKOH PEMIKIR KARAKTER BANGSA
P. 245

dalam hal keterampilan yang berguna sehingga kaum perempuan
                dapat menjadi anggota masyarakatyang produktif.

                       Anak-anak perempuan dan perempuan dewasa mungkin saja
                mendapat  dorongan  untuk  mengaji  al-Quran  dan  salat;  tetapi tidak
                seperti kaum laki-laki, mereka memiliki sedikit peluang untuk dapat
                melek aksara Melayu yang menjadi bahasa nasional Indonesia, atau
                bahasa  Belanda  sebagai  bahasa  pendidikan  modern.  Rahmah  el-
                Yunusiyah  percaya  bahwa  kaum  perempuan  membutuhkan  model
                pendidikan tersendiri yang terpisah dari laki-laki, karena ajaran Islam
                memberikan  perhatian  khusus  kepada  watak  dan  peran  kaum
                perempuan  dan  mereka  membutuhkan  lingkungan  pendidikan
                tersendiri  di  mana  topik-topik  tentang  perempuan  bisa  dibicarakan
                              81
                secara bebas.  Dan untuk meningkatkan kualitas serta memperbaiki
                kedudukan  perempuan  tersebut,  diperlukan  pendidikan  khusus
                                                                         82
                perempuan yang diajarkan oleh kaum perempuan sendiri.
                       Dengan cita-cita mulia, kemauan dan tekad yang kuat, serta
                                           83
                dukungan kakaknya, Labay,  Rahmah pun merundingkan gagasannya
                untuk mendirikan pendidikan bagi perempuan dengan teman-teman
                perempuannya  di  Persatuan  Murid-Murid  Diniyah  School  (PMDS),
                yang  kemudian  mendukung  gagasan  Rahmah  tersebut.  Maka,  pada
                tanggal  1  November  1923,  Rahmah  mendirikan  Madrasah  Diniyah
                khusus puteri dengan nama awal Madrasah Diniyah li al-Banat, dan
                dipimpin  oleh  Rangkayo  Rahmah  el  Yunusiah  yang  biasa  dipanggil
                oleh murid-muridnya dengan sebutan “Kak Amah”.

                       Pada awalnya, murid madrasah tersebut berjumlah 71 orang
                yang  terdiri  dari  kaum  ibu  muda,  dimana  mereka  belajar  dengan
                menggunakan Masjid Pasar Usang sebagai tempat belajar. Pada saat
                itu,  proses  belajar  berjalan  dengan  sistem  halaqoh,  dengan  hanya
                mempelajari  ilmu-ilmu  agama  dan  gramatika  bahasa  Arab.  Dalam
                perkembangan  selanjutnya,  sekolah  ini  menerapkan  sistem
                pendidikan  modern  yang  mengintegrasikan  pengajaran  ilmu-ilmu
                agama  dan  ilmu-ilmu  umum  secara  klasikal,  serta  memberikan
                pelajaran keterampilan. Meskipun demikian, ilmu-ilmu agama tetap
                menjadi pelajaran pokok dan merupakan kekhususan sekolah ini dan



                                                                                 233
   240   241   242   243   244   245   246   247   248   249   250