Page 252 - TOKOH PEMIKIR KARAKTER BANGSA
P. 252

dia  pernah  mengetuai  Rapat  Umum  Kaum  Ibu  di  Padang    Panjang
                yang membuatnya dituduh membicarakan persoalan politik, sehingga
                ia  didenda  100  gulden.  Untuk  mendidik  kaum  perempuan,  ia  juga
                melibatkan diri sebagai anggota pengurus Serikat Kaum Ibu Sumatera
                (SKIS)  yang  berjuang  melalui  penerbitan  majalah  bulanan
                perempuan. Rahmah pun pernah mengetuai Kutub Khannah (taman
                bacaan) masyarakat Padang Panjang pada 1935. Pada tahun tersebut
                dia  bersama  Ratna  Sari  mewakili  Kaum  Ibu  Sumatera  Tengah  ke
                Kongres    Perempuan      di   Jakarta.   Dalam    kongres   ini   ia
                memperjuangkan ide tentang busana perempuan Indonesia ketika ia
                berpendapat  bahwa  muslimah  hendaknya  memakai  selendang
                (kerudung).  Ide  ini  mencerminkan  pandangan  hidupnya  yang
                       98
                relijius.
                       Dalam  konteks  pendidikan  politik,  dan  masih  terkait
                perempuan,  pada  masa  Jepang  Rahmah  memasuki  organisasi
                “Anggota Daerah Ibu” (ADI) yang didirikan oleh Kaum Ibu Sumatera
                Tengah. Bersama kaum ibu ia menentang Jepang yang menggunakan
                perempuan  Indonesia,  khususnya  Sumatera  Tengah,  sebagai  noni-
                noni  penghibur  tentara  Jepang  di  Rumah-Rumah  Kuning  (Yellow
                House)  dan  menuntut  Jepang  agar  menutup  semua  rumah  maksiat
                tersebut karena tidak sesuai dengan agama dan budaya masyarakat
                setempat. Karena protes tersebut, pemerintah Jepang mendatangkan
                                                               99
                perempuan penghibr dari Singapura dan Korea.
                       Rahmah  juga  aktif  dalam  berbagai  kegiatan  sosial  politik
                dalam  upaya  perjuangan  kemerdekaan  Indonesia.  Dalam  hal  ini  ia
                mempunyai  pandangan  tentang  perlunya  bekerjasama  dengan
                Jepang untuk memperjuangkan kemerdekaan. Oleh karenanya, pada
                masa  penjajahan  Jepang,  ia  memasuki  lembaga  militer,  politik,
                maupun  sosial  yang  didirikan  pemerintah  kolonial  Jepang  yang
                digunakan sebagai wadah memperjuangkan kemerdekaan Indonesia
                seperti Gyu Gun Ko En Kai (Laskar Rakyat), Haha no Kai (Organisasi
                Perempuan) di Padang Panjang. Ia juga pernah dua kali menjadikan
                sekolah  Diniyah  Puteri  sebagai  rumah  sakit  darurat  untuk
                menampung korban kecelakaan kereta api yang terjadi di  Bintuhan



                240
   247   248   249   250   251   252   253   254   255   256   257