Page 37 - TOKOH PEMIKIR KARAKTER BANGSA
P. 37

TOKOH PEMIKIR KARAKTER BANGSA



                 Penutup
                       Begitulah  dengan  menempatkan  seruan  atau  anjuran  yang
                mereka  sampaikan  dalam  konteks  kekinian  maka  semua  skenario
                dalam  usaha  pembentukan  “karakter  bangsa”yang  sesuai  dengan
                tuntutan  zaman  akan  bisa  juga  dirumuskan.  Bagaimanakah  seruan
                atau anjuran serta pendapat mereka tentang “karakter bangsa” bisa
                diwujudkan  dalam  realitas  kekinian  setelah  berbagai  corak
                pengalaman  bangsa—kemenangan  yang  pernah  didapatkan,
                kekecewaan  yang  pernah  dirasakan,  dan  bahkan  tragedi  kehidupan
                bangsa  yang  sempat  diderita—dipahami  dalam  konteks  kekinian?
                Bagaimanakah  angkatan  muda  membuat  perumusan  baru  tentang
                “karakter  bangsa”  dalam  konteks  perubahan  zaman  yang  telah
                terjadi dan bahkan telah pula semakin cepat mengalir—sesuatu yang
                sekarang  masih  dianggap  “hangat”  dalam  beberapa    waktu    saja
                telah  termasuk  dalam  kategori  “sesuatu  yang  belum  lama  ini  baru
                saja muncul”.
                       Kehadiran  buku  ini  semakin  penting  juga  karena  bisa  juga
                memberi pelajaran sejarah tentang betapa berbagai corak ujian bisa
                juga  diatasi,  meskipun  ada  kalanya  dengan  bayaran  yang  teramat
                mahal.  Bukankah  berbagai  corak  tragedi  dalam  kehidupan  bangsa
                telah kita lalui? Memang kalau diingat-ingat dan direnungkan maka
                akan  tampaklah  betapa  kearifan  tidak  selamanya  mendampingi
                bangsa  dalam  mengatasi  permasalahan  yang  dihadapi  itu.  Mudah-
                mudahan dengan buku ini terasalah bahwa bahwa “kebenaran” tidak
                selamanya berhasil menyelesaikan ancaman pada dirinya dan bahkan
                tidak  pula  jarang  keberhasilan  yang  didapatkannya  harus  dibayar
                dengan  tertinggalnya  “rasa  dendam”  di  hati  sebagian  anak  bangsa.
                Bukankah  bangsa  harus  menyadari  juga  bahwa  adakalanya
                keberhasilan  hanyalah  perwujudan  lahir  sekadar  menutupi  tragedi
                yang telah terjadi.

                       Buku ini bukan saja mengingatkan pada kearifan yang diwarisi
                para pemikir bangsa tetapi juga sebagai pengantar ketika pahit getir
                pengalaman  bangsa  dalam  mengayuh  sampan  menuju  pantai  yang
                dicita-citakan ingin direnungkan. Semoga pemikiran baru yang sesuai



                                                                                   2
                                                                                   5
   32   33   34   35   36   37   38   39   40   41   42