Page 34 - TOKOH PEMIKIR KARAKTER BANGSA
P. 34
TOKOH PEMIKIR KARAKTER BANGSA
dibanggakan sebagai “era pembangunan”. Ketiga, dari dua belas
tokoh yang ditampilkan – Ki Hadjar Dewantara , Mohammad Sjafei,
Mohammad Yamin dan Mohammad Natsir, di samping Widjojo
Nitisastro—pernah dipercaya sebagai anggota kabinet R.I. Tetapi
hanya Natsir, mantan Menteri Penerangan di masa Revolusi, sempat
menjadi Perdana Menteri ketika Indonesia kembali menjadi “negara
kesatuan”. Sedangkan tokoh yang lain, kecuali Widjojo, pernah
menjadi menteri atau wakil menteri pendidikan dan kebudayaan.
Tetapi dua yang pertama menjabat kedudukan yang terhormat itu
ketika revolusi nasional sedang berkecamuk, jadi tidak banyak yang
bisa mereka kerjakan. Salah satu peninggalan Yamin sebagai menteri
ialah didirikannya apa yang waktu itu disebut PTPG (Perguruan Tinggi
Pendidikan Guru—kemudian menjadi IKIP dan akhirnya Universitas)
di beberapa kota. Tetapi, bagaimanapun juga, dalam sejarah nasional
nama Yamin tidak tercatat sebagai tokoh pendidikan. Ia lebih diingat
sebagai penyair soneta, tokoh pergerakan kebangsaan (salah seorang
anggota Panitia Sembilan—perumus Pembukaan UUD) dan politik
dan ahli konstitusi. Keempat dari kedua belas nama-nama ini dua
orang—Rahmah el Junusiyah dan Mubyarto--boleh dikatakan tidak
terlibat secara langsung, meskipun tidak pula bisa dikatakan absen,
dalam gejolak politik nasional. Mereka berkecimpung dalam dunia
pendidikan. Hanya saja tidak bisa dilupakan adalah fakta historis yang
keras—Rahmah adalah pelopor pendidikan Islam modern bagi kaum
wanita. Akhirnya, kelima, tidak salah kalau diingatkan juga bahwa
“jabatan resmi” dari empat orang mereka—Takdir, Yamin, Widjojo
dan Mubiyarto—adalah guru besar di universitas masing-masing.
Tetapi bagaimanakah halnya dengan perhatian utama
mereka? Kalau hanya dilihat dari sudut etnisitas Abdul Rivai sama
saja dengan Natsir, keduanya berasal dari Minangkabau, tetapi baik
usia–Rivai telah menjadi tokoh terkenal ketika Natsir masih
bersekolah—dan pengalaman pendidikan berbeda-beda—Rivai
bersekolah di Eropa, sedangkan Natsir tamatan AMS Bandung.
Demikian juga kalau dibandingkan Tjokroaminoto dengan Natsir.
Keduanya hasil pendidikan Barat tetapi sangat mendalami ajaran dan
22