Page 31 - TOKOH PEMIKIR KARAKTER BANGSA
P. 31

TOKOH PEMIKIR KARAKTER BANGSA



                       Tidak  lama  setelah  Komite  Nasional  Indonesia  Pusat
                (parlemen  sementara,  di  masa  revolusi  nasional)  menyatakan  mosi
                tidak  percaya  pada  kabinet  Amir  Sjarifuddin,  maka  sang  mantan
                perdana  menteri  ini  mengumumkan  bahwa  ia  adalah  seorang
                komunis  dan  iapun  bergabung  dengan  “Sayap  Kiri”.  Di  bawah
                pimpinan Muso, tokoh komunis Indonesia yang telah bertahun-tahun
                tinggal  di  Moskow,  pasukan  yang  telah  dipengaruhi  PKI  menduduki
                Madiun  dan  mulai  mengancam  keutuhan  Republik.    Maka    korban
                pun  berjatuhan.  Presiden  Sukarno  pun  minta  rakyat  untuk
                menentukan  pilihan--  “  Sukarno-Hatta  “atau  “Muso-Amir”.
                Sebagaimanan  sudah  bisa  diduga  pilihan  ini  sama  sekali  tidak
                dirasakan rakyat sebagai hal yang bersifat dilematis. Dengan teramat
                mudah  rakyat  menentukan  pilihan  mereka.Tetapi    bagaimanapun
                juga sebuah tragedi dalam kehidupan bangsa telah terjadi. Akhirnya
                apa  yang  disebut  sebagai  “peristiwa  Madiun”  bisa  diselesaikan—
                diselesaikan  tetapi  korban  di  kalangan  rakyat  telah  lebih  dahulu
                berjatuhan.
                       Tidak lama setelah “peristiwa Madiun” ini diselesaikan, maka
                tentara  kerajaan  Belanda  secara  mendadak  (19  Desember  1948)
                menyerang  Yogyakarta  dan  menduduki  sekian  banyak  kota  dan
                wilayah  di  Jawa  dan  Sumatra.  Tetapi  untunglah  keutuhan  Republik
                terjaga  karena  Sjafruddin  Prawiranegara--sesuai  dengan  rencana—
                berhasil  mendirikan  dan  memimpin  Pemerintah  Darurat  Republik
                Indonesia  dari  “somewhere  in  the  jungle”  Sumatra.  Jenderal
                Sudirman  pun  mengakui  otoritasnya  sebagai  pelaksana  jabatan
                kepresidenan.

                       Ujian akan keutuhan Republik masih terus terjadi—sekian kali
                krisis  pemerintahan  harus  dilalui,  sekian  banyak  pemberontakan
                besar  dan  kecil  harus  diatasi  dan  sekian  banyak  pula  kekecewaan
                rakyat  harus  diobat—maka  bisalah  dipahami  juga  kalau  masalah
                sistem  pemerintah  yang  cocok  sering  diperdebatkan.  Setelah
                Republik  Indonesia  Serikat  (Desember  1949-Agustus  1950)  kembali
                menjadi  negera  kesatuan  ,  maka  Indonesia  pun  melalui  suasana
                politik yang biasa disebut “zaman Demokrasi parlementer”, sesuai




                                                                                   1
                                                                                   9
   26   27   28   29   30   31   32   33   34   35   36