Page 27 - TOKOH PEMIKIR KARAKTER BANGSA
P. 27
TOKOH PEMIKIR KARAKTER BANGSA
ideologi yang fundamental telah mulai mengendor, di saat itu pula
sastra Indonesia modern semakin menjadi bagian dari suasana
kehidupan kekotaan. Kalau dalam tradisi puisi pantun dan syair telah
dirasakan sebagai gaya lama, maka kini soneta telah tampil sebagai
gaya puisi baru. Dalam prosa pergumulan pandangan dan visi
diungkapkan dalam bentuk novel yang biasanya juga benuansa
romantik terjadi juga perubahan. Jika Sitti Nurbaya (karya Marah
Rusli) terbitan tahun 1920-an, masih disibukkan oleh masalah konflik
adat dan hasrat modern, maka Salah Asuhan (karya Abdul Muis,
bekas tokoh Sarekat Islam) telah mempersoalkan hubungan kultural
Timur dan Barat. Tetapi ketika novel Belenggu (karya Armijn Pane)
telah terbit (awal 1940) masalah dinamika kehidupan kalangan
terpelajar dalam zaman modern telah menjadi problematik kultural.
Jika demikian halnya dengan sastra yang dianggap “resmi”–
artinya diakui secara formal sebagai karya sastra—maka semakin
meriah suasananya dalam apa yang disebut “setengah mengejek dan
setengah merendahkan”, roman picisan. Sastra “tidak resmi” ini
tidak saja nekad bercerita tentang percintaan anak muda, tetapi agak
sering juga tampil dengan kisah percintaan dalam kontks suasana
nasionalisme yang tidak selamanya ditutup-tutup. Sementara itu film
dan sandiwara yang biasa memakai bahasa Melayu-pasar pun
semakin menampilkan diri sebagai penyalur bahasa Indonesia
modern.
Dalam suasana inilah apa yang kemudian dikenal sebagai
“polemik kebudayaan” (sesuai dengan judul buku yang berisikan
perdebatan tentang “kebudayaan Indonesia”) terjadi dan terjadi
dengan penuh gairah. Meskipun semua dilakukan melalui berbagai
corak penerbitan pers—majalah atau surat kabar—tetapi kegairahan
dalam berpolemik sangat terasa juga. Bukankah perdebatan pers bisa
melibatkan peserta dari berbagai kota? Seperti apakah kebudayaan
Indonesia ini sesungguhnya? Apakah Indonesia adalah sesungguhnya
perpanjangan saja dari masa lalu–masa ketika realitas historis hanya
memperlihatkan keterpisahan kultural daerah-daerah ataukah suatu
ikatan kebangsaan baru yang dengan sengaja “dilahirkan”? Polemik
1
5