Page 28 - TOKOH PEMIKIR KARAKTER BANGSA
P. 28
TOKOH PEMIKIR KARAKTER BANGSA
semakin panas setelah keluar pernyataan keras dari Sutan Takdir
Alisyahbana, yang lebih dikenal sebagai penyair dan novelis, bahwa
“kebudayaan pre-Indonesia telah mati semati-matinya”. Maka
begitulah polemik kebudayaan, yang terjadi ketika para pemimpin
terkemuka dari pergerakan kebangsaan telah berada di daerah
pengasingan, bukan saja telah memancing keikutsertaan para
pemikir, ilmuwan, tetapi juga kaum pergerakan moderat.
Wacana “Karakter Bangsa” dalam Dinamika Sejarah
Meskipun memakaikan pendekatan yang berbeda-beda tetapi
ketiga buku yang telah diterbitkan tentang “sejarah pemikiran
Indonesia modern” pada dasarnya bertolak dari pertanyaan yang
sama—“Apakah yang terpikirkan dan terimpikan serta diperdebatkan
masyarakat-bangsa ketika perubahan dalam realitas kehidupan
sosial-politik dan kecenderungan kultural sedang terjadi?
Bagaimanakah realitas yang telah mengalir itu bisa dipahami dan
diatur sesuai dengan cita-cita dan harapan?” Maka berbagai
pendapat pun diajukan dan perdebatan tentang pemahaman sejarah,
struktur kekinian dan harapan masa depan dan bahkan landasan
ideologi pun tidak selamanya bisa terelakkan. Setelah melalui
revolusi nasional (1945-1950) akhirnya kemerdekaan bangsa
mendapat pengakuan dunia internasional. Sebuah Republik
kebangsaan yang mencakup seluruh persada tanah air—“dari Barat
sampai ke Timur, berjajar pulau-pulau. Sambung-menyambung
menjadi satu. Itulah Indonesia” kata lirik sebuah lagu--kini telah
terwujud. Tetapi perbedaan pendapat dan impian tentang masa
depan yang diinginkan seperti terjadi begitu saja. Bahkan dalam
suasana ini pula pergumulan kekuasaan sesama anak bangsa tidak
pula selamanya bisa terelakkan.
Ketika langkah sedang diayunkan untuk mendapatkan
tatanan sosial dan politik yang diidamkan bersama telah direnungkan
maka bagaimanakah berbagai corak konflik internal dan bahkan
tragedi yang pernah melanda kehidupan bangsa bisa terlupakan?
16