Page 30 - TOKOH PEMIKIR KARAKTER BANGSA
P. 30
TOKOH PEMIKIR KARAKTER BANGSA
kekuasaan yang diwarisi dan bahkan mati terbunuh. “Revolusi sosial”
juga mengikis kekayaan para bangsawan dari beberapa kesultanan.
Maka mestikah diherankan kalau seketika kesempatan terbuka kaum
bangsawan yang terhindar dari “revolusi sosial” yang keras itu
mendirikan apa yang disebut sebagai “Negara Sumatra Timur”–
sebuah negara yang didukung oleh pasukan Belanda yang telah
berhasil menduduki kota Medan dan sekitarnya. Di waktu ini pula di
pantai Utara Jawa Tengah terjadi apa yang disebut “Peristiwa Tiga
Daerah” (Brebes, Pemalang, Tegal). Ketika itulah berbagai corak
tindakan yang dianggap “revolusioner” terjadi pula. Para pejabat
yang telah berkuasa sejak zaman penjajahan Belanda disingkirkan—
dengan desakan atau bahkan dengan paksaan. Seperti halnya dengan
kasus “revolusi sosial” di Sumatra Timur hanyalah ketegasan tentara
nasional suasana krisis dengan gaya revolusioner ini akhirnya
berhasil dihentikan.
Kalau ancaman internal terhadap keutuhan Republik
Indonesia yang baru berdiri itu telah disinggung maka bagaimanakah
akan terlupakan dua peristiwa yang sampai kini terlalu enggan untuk
terpupus dari sistem ingatan bangsa? Pertama, usaha separatisme
dan pembangkangan Darul Islam, yang bermula ketika persetujuan
Indonesia-Belanda, diawasi PBB, yang diadakan di atas kapal Renville
(1948). Hasil perundingan ini memang umum dianggap merugikan
Republik, karena itulah Perdana Menteri Amir Syarifuddin kehilangan
dukungan dari KNIP, yang berfungsi sebagai parlemen sementara.
Dengan perjanjian Renville ini berarti tentara Republik Indonesia
tidak dibolehkan berada di wilayah yang dikatakan di belakang
“garis van Mook”. Artinya TNI (pasukan Divisi Siliwangi) harus
meninggalkan Jawa Barat. Tetapi pembangkangan Darul Islam
barulah diketahui ketika Belanda melancarkan agresi kedua
(Desember 1948). Ketika pasukan TNI kembali memasuki wilayah
Jawa Barat ternyata bukan sambutan persahabatan yang didapatkan,
tetapi sikap permusuhan yang diungkapkan dengan tindakan
kekerasan. Barulah pada awal 1960-an masalah D.I. ini boleh
dikatakan selesai.
18