Page 32 - TOKOH PEMIKIR KARAKTER BANGSA
P. 32

TOKOH PEMIKIR KARAKTER BANGSA



                dengan UUD Sementara 1950. Tetapi ketidakstabilan pemerintahan –
                kabinet jatuh-bangun dan pergolakan daerah – akhirnya mendorong
                Presiden  untuk  mengeluarkan  keputusan  5  Juli  1959  yang
                menyatakan  Indonesia  kembali  ke  UUD  1945.  Indonesia  kini  telah
                memasuki  zaman  Demokrasi  terpimpin.  Tetapi  tergelincir  dalam
                situasi  serba  revolusi  yang  diperkenalkan  bukan  saja  telah
                menyebabkan  terjadinya  krisis  ekonomi  tetapi  juga  memicu
                terjadinya musibah sosial-politik yang luar biasa.

                       Dalam  suasana  serba-konflik  yang  diajarkan,  apa  yang  kini
                dikenal  sebagai  peristiwa  G-30-S  pun  terjadi.  Seketika  hal  ini  bisa
                diatasi  maka  ketika  itu  bangsa  tergelincir  ke  dalam  situasi  konflik
                yang  teramat  memprihatinkan. Tiba-tiba dendam  sosial-politik  yang
                telah sempat tersimpan selama masa Demokrasi Terpimpin berada di
                puncak  kekuasaan  seakan-akan  “tumpah  ke  luar”  tanpa  adanya
                bendungan  yang  menghambat.  Maka  bangsa  pun  tergelincir  pada
                situasi ketika dendam sejarah enggan untuk menghilang.
                       Tetapi  sementara  itu  negara  kesatuan,  UUD  1945  dan
                Pancasila  tidak  lagi  diperdebatkan.  Masalah  lain  pun  tidak  bisa
                terhindarkan.  Seperti  apakah  corak  dan  wujud  “karakter  bangsa”
                yang  sesuai  ketika  usaha  mengayuh  biduk  kehidupan  bangsa
                mencapai  pantai  harapan  sedang  diayunkan?  Apakah  mungkin
                didapatkan “karakter bangsa” yang ideal setelah selama empat puluh
                tahun  mengalami  turun  naiknya  suasana  otoritarianisme,  meskipun
                sang penguasa tetap mengibarkan bendera demokrasi?

                       Dengan  kata  lain  dalam  membahas  masalah  “karakter
                bangsa”  buku  ini  tidak  menjanjikan  hasil  kajian  akademis  tentang
                dinamika kehidupan masyarakat dan corak kehidupan bangsa tetapi
                memuat  tulisan-tulisan  yang  bertolak  dari  hasrat  untuk  membawa
                bangsa  ke  pantai  harapan  yang  dicita-citakan.  Tetapi  biasalah
                dipahami juga kalau dalam usaha membuat “skenario” masa depan
                ini  para  pemikir  bertolak  dari  pengalaman  langsung  ataupun  dari
                pemakaian  disiplin  ilmiah  tertentu.  Meskipun  demikian  bukanlah
                ketepatan pengamatan akan realitas sosial-kultural dan politik  yang





                20
   27   28   29   30   31   32   33   34   35   36   37