Page 13 - Filsafat Ilmu dan Rekonstruksi Teori - Syarifuddin
P. 13

berarti bahwa aksentuasi filsafat berada pada wilaya proses pencarian kebenaran.
        Produk filsafat tergantung pada eksistensi aktivitas akal budi manusia dalam upaya
        encari kebenaran.
              Dapat  disimpulkan  bahwa  filsafat  bukanlah  pemikiran  dan  bukan  pula
        ajaran,tetapi  lebih  pada  aktivitas  berfikir  sistematis  menurut  alur  berfikir  filsafat
        menuju  terbangunnya  suatu  pemikiran  atau  pemahaman  yang  tegas  dan  murni
        tentang suatu realitas. Disinilah kemudian filsafat lebih terkonsenterasi pada wilaya
        metodologi  atau  peroses  pelahiran  suatu  kebenaran.  Nilai  kebenaran
        suatupemikiran  filsafat  selalu  dilihat  dari  aspek  bagaimana  ia  memperoleh
        kebenaran  tersebut.  Artinya,  bahwa  filsafat  mengajarkan  bagaimana  subjeknya
        dapat meraih nilai kebenaran dari keseluruhan realita menurut tata cara yang benar-
        benar dapat dipertanggung jawabkan. Secara menyeluruh, baik dari segi isi maupun
        dari cara memperolehnya. Pendeknya filsafat memberikan diskusinya pada upaya-
        upaya yang dapat di lakukan seseorang untuk merai berbagai ragam pemikiran yang
        benar  dengan  menurut  cara-cara  yang  benar  pula.  Oleh  karena  itu,  kebenaran
        dalam makna filsafat tidak saja diorientasikan pada uji produk filsafat, tetapi juga
        pada  uji metodologis yang  bergerak  pada  dunia  proses  pencarian  kebenaran  itu
        sendiri.
              Perlu pula di catatat, bahwa alam filsafat tidak dimaksudkan untuk membuat
        keputusan  yang  bernilai  benar  dalam  maknanya  yang  mutlak.  Meskipun  dalam
        akivitasnya menurut subjeknya untuk melakukan berpikir secara ajek, murni, bebas,
        kritis,  dan  metafisis  tentang  berbagai  realitas  yang  mungkin  ada,  namun  nilai
        kebenarannya  selalu  tergantung  pada  unsur  penalaran  dan  wawasan  para  filsuf
        yang senantiasa berada dalam keterbatasan dan keterikatatnnya pada ruang dan
        waktu.  Oleh  karena  itu  kebenarannya  tidak  mungkin  akan  bernilai  absolut.  Dan
        adalah sesuatu yang mustahil akan bernilai absolut karena memang manusia itu
        bukan sesuatu yang absolut. Kebenarannya yang absolut tentulah muncul dari yang
        absolut  sedemikian  rupa  sehingga  filsafat  dapat  memberikan  kebenaran  yang
        meyakinkan,  namun  hakikat  dan  fungsinya  tidak  akan  dapat  disamakan  dengan
        keyakinan agama yang secara a priori masuk ke dalam diri manusia tanpa mesti
        harus  mengikuti  sistem  dan  tata  cara  dalam  hukum  berpikir  filsafat.  Tingkat
        kebenaran sejati dalam konteks filsafat bukanlah dalam wilayah yang tidak dapat
        dibantah  dan  tidak  berubah-berubah  dalam  historitas  kehidupan  manusia.
        Eksistensinya selalu mengikuti cakrawalah berpikir dan wawasan pada filsuf dalam
        membangun  pemikirannya.  Semakin  komprehensif  seorang  filsuf  dalam
        memandang suatu realitas dalam kehidupan, maka semakin kuatlah kesimpulan dan
        keputusan  yang  benar  dan  dapat  dipertanggungjawabkan  secara  rasional.
                                                                                        2
   8   9   10   11   12   13   14   15   16   17   18