Page 13 - E-Modul Perjuangan Integrasi Timor-Timur 1975-Rekonsiliasi
P. 13

9




               diungkapkan Amerika menyuplai 90 persen senjata untuk militer Indonesia. Menlu Amerika Henry
               Kissinger yang berada di Jakarta saat itu datang untuk mematangkan rencana itu bahkan menekankan,
               operasi militer baru boleh dilaksanakan setelah pejabat tinggi Amerika meninggalkan Indonesia menuju
               Washington (Pinto, 2015).

                     Dalam situasi krisis, Fretelin melaksanakan aksi terror berupa pembunuhan, perampokan, dan
               penculikan terhadap rakyat yang tidak mau melakukan perintahnya. Pada tanggal 15 januari 1976 di
               Aileu ditemukan empat buah kuburan massal sebagai bukti kekejaman Fretilin terhadap sesama rakyat
               Timor-Timur  (Monumen  Seroja,  2006).  Banyak  terjadi  penangkapan  seperti  terhadap  Raja  Atsabe,
               tokoh Apodeti, oleh Fretilin pada tanggal 13 Agustus 1975. Tetapi pada akhirnya tokoh-tokoh Apodeti
               berhasil diselamatkan oleh ABRI melalui operasi penyelamatan (escape) Tim Flamboyan, Salah satu
               sukses operasi ABRI ini tercatat ketika meloloskan Raja Atsabe Guilherme Goncalves, ayah Thomas
               Goncalves, yang kemudian menjadi gubernur kedua Timor-Timur. Tokoh lain yang diselamatkan ke
               wilayah Indonesia adalah Arnaldo dos Reis Araujo dari Ainaro. Arnaldo diselamatkan oleh tim lain
               yang diinfiltrasikan langsung ke Dili. Sedangkan Guilherme diamankan dalam operasi cepat Tim Susi
               yang antara lain melibatkan pula Letnan Satu Gatot Purwanto (Syahnakri, 2013). Sementara itu rumah-
               rumah pemimpin UDT di Dili dihancurkan oleh Fretilin. Rakyat banyak yang mengungsi ke daerah
               aman termasuk perwakilan asing yang ada di Dili. Sebagian ada yang ke Australia dan tempat-tempat
               lain. Bahkan tidak sedikit yang mengungsi ke daerah Indonesia di Timor Barat (NTT), terutama ke
               daerah Atambua (Basri, 1993). Melihat perkembangan situasi dari Fretelin yang semakin merajalela,
               pemerintah  Portugis  mengajak  partai-partai  berunding  yang  akan  diadakan  di  Macau.  Partai-partai
               politik tersebut dibentuk untuk menentukan nasib dan kedudukan Timor-Timur maka, di kemudian hari
               diadakan referendum dengan ketiga partai organisasi tersebut sebagai wadah pembawa aspirasi rakyat
               dan sebagai suatu kenyataan yang hidup untuk menentukan nasib sendiri (Soekanto, 1976).
                     Semua partai hadir, tetapi Fretilin tidak. Perundingan tetap berlangsung dan semua sepakat untuk
               mendirikan  pemerintahan  sementara  Timor-Timur  sampai  pada  kemerdekaannya.  Fretilin  sudah
               beberapa kali diajak berunding, tetapi selalu menolak. Sebagai respon, pada tanggal 28 November 1975,
               Fretilin  memproklamasikan  kemerdekaan  Timor-Timur.  Tindakan  Fretilin  ini  dibalas  oleh  partai
               U.D.T, Apodeti, Kota, dan Trabalista keesokan harinya. Mereka memproklamasikan bahwa Timor-
               Timur  merupakan  bagian  dari  Republik  Indonesia.  Keinginan  rakyat  Timor-Timur  untuk  untuk
               berintegrasi dengan Indonesia dapat dikabulkan (Imran, 1983). Perundingan tersebut berujung pada
               dibuatnya Deklarasi Balibo di Timor-Timur pada tanggal 30 November 1975. partai U.D.T, Apodeti,
               Kota, dan Trabalista keesokan harinya. Inti dari deklarasi tersebut menyatakan kehendak Timor-Timur
               untuk integrasi dengan Republik Indonesia.  Kemudian meminta dukungan Indonesia untuk mengambil
               alih Timor-Timur dari kekuasaan Fretelin yang berhaluan Komunis (Basri, 1993).

                     Awalnya Partai Fretilin dimasuki pengaruh komunis ketika 5 orang mahasiswa kader komunis
               (Marxisme) datang dari Lisboa pada bulan Agustus 1974. Mereka itu membawa misi khusus untuk
               menggarap Fretilin agar dapat menjadi organisasi wadah perjuangan dan gerakan-gerakan komunis di
               Timor-Timur.  Usaha  mahasiswa  ini  dibantu  oleh  pembina  dan  pendukung  Fretilin  yang  ada  di
               pemerintahan Portugis di Timor-Timur dan di Australia. Setelah usahanya itu menampakkan hasil, para
               mahasiswa  tersebut  kembali  ke  Lisboa  kecuali  seorang  yaitu  Nikolou  Lobato yang  menjadi Wakil
               Sekretaris Jenderal Fretilin. Ia kemudian pergi ke Mozambik untuk menjalin hubungan dengan gerakan
               sealirannya (Basri, 1993).

                     Mantan  asisten  perencanaan  umum  ABRI  dan  asisten  Benny  Moerdani  di  Badan  Intelejen
               Strategis (Bais) Teddy Rusdy mengatakan opsi militer diambil karena konflik di Timor-Timur semakin
               tak terkendali. Menurut Teddy, ada kecenderungan Uni Soviet, sebagai negara komunis terbesar saat
   8   9   10   11   12   13   14   15   16   17   18