Page 15 - E-Modul Perjuangan Integrasi Timor-Timur 1975-Rekonsiliasi
P. 15
11
jatuh ke tangan Apodeti dan kawan-kawan. Fretilin berusaha bertahan di Dili. Ketika itu pemerintah
Portugis setempat berusaha menghindar dari tanggung jawabnya dan mebiarkan rakyat begitu saja
menyelesaikan masalahnya (Syahnakri, 2013).
Gambar 3. Pasukan Operasi Seroja
Sumber: https://liramedia.co.id/read/mengenang-operasi-seroja
Tanggal 7 Desember 1975, Fretilin tersingkir dari Dili. Tiga hari kemudian kota Baucau, kota
kedua pertahanan kuat Fretilin juga dikuasai UDT, Apoderi dan kawan-kawan. Perkiraan waktu itu
kekuatan militer Fretilin sekitar 20.000 tentara, termasuk tentara reguler eks Portugis (Tropas) yang
memihak mereka. Kekuatan militer tersebut, yang mulai hancur berantakan kemudian meyebar ke
berbagai daerah. Tidak lama sesudah itu kekuatan Fretilin tinggal hanya sebagai Gerakan Pengacau
Keamanan (GPK) di daerah-daerah pegunungan atau hutan (Basri, 1993).
Pernyataan integrasi yang telah disampaikan sebelumnya diulang kembali oleh para
pendukungnya di Kupang, Nusa Tenggara Timur pada tanggal 12 Desember 1975. Sebagai langkah
berikutnya, kelompok pendukung integrasi yang terdiri dari Arnaldo dos Reis Araujo yang mewakili
Apodeti, Fransisco Xavier Lopez da Cruz yang mewakili UDT, Thomas Diaz Xemenes yang mewakili
Kota, dan Domingos C. Pareira yang mewakili Trabalista sepakat membentuk Pemerintahan Sementara
Timor Timur. Pemerintahan sementara ini dibentuk pada tanggal 17 Desember 1975, dipimpin oleh
Arnaldo dos Reis Araujo. Setelah itu, sebuah lembaga legislatif juga dibentuk. Pada bulan Mei 1976,
para anggota DPRD Timor-Timur menerima Petisi Integrasi Timor-Timur dengan Republik Indonesia.
Petisi itu berisi desakan kepada pemerintah Indonesia untuk menerima Timor-Timur sebagai wilayah
yang integral dengan Republik Indonesia tanpa referendum. Berkas petisi kemudian diserahkan kepada
Presiden Indonesia pada tanggal 7 Juni 1976 (Eugenio do C. de Jesus, 1996).
Dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, Presiden Soeharto pada
tanggal 17 Juli 1976 menetapkan Undang-Undang Nomer 7 Tahun 1976 tentang Pengesahan Penyatuan
Timor-Timur ke dalam Provinsi ke-27. Setelah penandatanganan, Presiden Soeharto dalam suatu
upacara di ruang kerja Kepala Negara mengangkat Gubernur Daerah Tingkat 1 Timor timur
Arnoldo’Dos Reis Arauji dan Wakil Gubernur Fransisco Lopes da Cruz (Monumen Seroja, 2006).
Proses integrasi Timor-Timur ke dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) secara resmi telah
disahkan. Hal ini merupakan peristiwa sejarah yang belum pernah dialami oleh bangsa Indonesia.
Peristiwa ini tidak dapat dipersamakan dengan kejadian yang telah dialami bangsa ini mengenai Irian