Page 14 - E-Modul Perjuangan Integrasi Timor-Timur 1975-Rekonsiliasi
P. 14
10
itu, ingin menanamkan pengaruh di Timor-Timur melalui Fretilin. "Ini akan menjadi ancaman serius
jika Indonesia tidak segera mengintegrasikan Timor-Timur," ujarnya (Suyono et al., 2015). Akhirnya
Indonesia melakukan segala upaya untuk menghentikan perseteruan di Timor-Timur dan berusaha
membantu agar Timor-Timur berintegrasi dengan Indonesia.
Sebagai upaya menghentikan perseteruan di wilayah Timor-Timur, pemerintahan Indonesia
memutuskan untuk mengirimkan pasukan ABRI supaya menstabilkan wilayah perbatasan yang terkena
dampak dari perang saudara tersebut setelah sebelumnya telah melancarkan Operasi Komodo sejak
bulan Januari 1975. Operasi Komodo merupakan operasi intelijen yang dilaksanakan untuk mengetahui
perkembangan di Timor Timur tanpa operasi militer. Tugas utama yang dibebankan kepada tim Operasi
Komodo adalah mempersiapkan segala langkah yang diperlukan untuk bisa menghadapi perubahan
masyarakat di wilayah Timor-Timur dan berusaha untuk menjalin kontak dengan rakyat setempat yang
ingin berintegrasi dengan Indonesia. Operasi Komodo ini dipimpin oleh Kepala BAKIN Letnan
Jenderal Yoga Soegomo (Syahnakri, 2013).
Pada perkembangannya partai-partai yang menginginkan berintegrasi dengan Indonesia meminta
bantuan Indonesia untuk melawan Partai Fretilin yang radikal. Akhirnya, Indonesia memerintahkan
ABRI untuk membantu partai-partai memperjuangkan berintegrasi dengan Indonesia. Operasi yang
diperintahkan pada pasukan ABRI ini diberi nama Operasi Seroja, maka pada tanggal 7 Desember 1975
digelar Operasi Seroja yang merupakan Operasi militer gabungan skala besar yang dibantu oleh
pendukung UDT, Apodeti, KOTA, dan Trabilista untuk merebut dan menduduki kota-kota besar di
Timor-Timur yang dikuasai Fretilin (Monumen Seroja, 2006). Operasi Seroja melibatkan ABRI yang
terdiri dari Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara. Seluruhnya berperan penting dalam
upaya membantu kelompok pro integrasi menghadapi Fretilin (Syahnakri, 2013).
Target utama Operasi Seroja yang dilancarkan pada bulan Desember 1975 adalah menguasai
sejumlah kota penting di Timor Timur seperti Dili, Baucau, Lospalos, Same, Suai, dan Viqueque.
Kekuatan tempur TNI yang diterjunkan lewat udara dan laut antara lain. Detasemen Tempur 1 Grup 1
Parako/Kopasandha dan tiga kompi Yonif 501/Raider Brigif 18/Linud Kostrad, Yonif 502/Raider Brigif
18, dan Tim Pendarat 5 Brigade Pendarat1/ Marinir (Monumen Seroja, 2006).
Sedangkan pasukan Fretilin yang harus dihadapi saat itu masih merupakan pasukan reguler dan
terlatih baik. Kekuatan tempurnya untuk mempertahankan pusat kota Dili, terdiri dari satu kompi
infanteri, kompi zeni, kompi peralatan, kompi perbekalan, kompi kesehatan, satuan se tingkat kompi
(SSK) yang mempertahankan markas besar, dan satu Detasemen Polisi Militer (Monumen Seroja,
2006).
Pasukan reguler Fretilin merupakan mantan Tropas (pasukan Portugis) dan telah memiliki
pengalaman tempur di sejumlah jajahan Portugis seperti Kongo dan Mozambik. Selain pasukan reguler,
pasukan Fretilin juga diperkuat oleh kekuatan milisi bersenjata sebanyak 2.500 orang serta didukung
oleh masyarakat yang anti-integrasi kepada pemerintah Indonesia. Persenjataan yang dimiliki Tropas
cukup baik mulai dari senapan serbu G-3, senapan mesin buatan Jerman yang pernah berjaya di PD II,
Spandau, dan peluncur mortir. Dengan demikian, ketika pasukan TNI berperang melawan pasukan
Fretilin bukan hanya menghadapi peperangan parsial melawan para kombatan murni, melainkan
peperangan total (Winardi, 2015). Dalam pertemuran tersebut banyak jatuh korban dari kedua belah
pihak.
Sejalan dengan itu peperangan dan bentrokan senjata antara kedua belah pihak meningkat dengan
cepat. Para sukarelawan Indonesia membantu perjuangan rakyat Timor-Timur. Satu per satu kota-kota