Page 28 - E-Modul Perjuangan Integrasi Timor-Timur 1975-Rekonsiliasi
P. 28
24
membantu”. Dengan demikian, kekelaman masa lalu perlahan terhapus, diganti harmoni kerjasama
menuju kejayaan dan kesejahteraan kedua bangsa dan negara (Pinto, 2015).
Petinggi militer Indonesia sangat menginginkan Rekonsiliasi Indonesia dengan Timor Leste terus
berjalan, seperti Mantan Danrem 164 Udayana Tono Suratman yang pernah bertugas di Timor-Timur
menuturkan. Bagi saya, amatlah jelas bahwa Timor-Timur telah berdaulat. Senang tidak senang,
Indonesia telah memiliki tetangga baru yang kecil di sebelah tenggara wilayahnya. Ke depan, kita mesti
menjalin persahabatan dengan Dili. Tak perlu kita mendebat eksistensinya. Tak perlu antarkita sendiri
timbul pertengkaran karena masalah ini. Perpecahan hanya akan memperberat krisis multi-dimensi di
negeri kita tercinta. Kepada tetangga anyar itu, kita layak berharap agar ia menjadi negara yang
didambakan oleh rakyatnya sendiri. Namun untuk ini, orang-orang Timor-Timur harus rukun satu sama
lain. Kedua kubu yang pernah bertikai mesti meraut Rekonsiliasi. Model Afrika Selatan barangkali
layak mereka pedomani. Jika ini ditempuh, amnesti harus diberikan kepada semua orang tanpa kecuali.
Tak perlu masalah lama dikuak-kuak. Tak perlu generasi anak-cucu dijebloskan kembali ke dalam sel-
sel pro dan anti-integrasi karena hasilnya hanya keributan tanpa ujung dan Timor-Timur yang kehabisan
energi untuk membangun dirinya sendiri (Suratman, 2002).
Bukan hanya mantan Danrem 164 yang menginginkan Rekonsiliasi perdamaian kedua negara
tetapi ada banyak tokoh militer yang ingin Rekonsiliasi terus dipertahankan seperti tanggapan mantan
Wakasad 2002 Kiki Syahnakri. Sejarah telah menggariskan, setelah 23 tahun menjadi bagian integral
dari Indonesia, Timor-Timur kini telah menjadi Timor Leste, sebuah negara merdeka dan berdaulat.
Tidak dapat dimungkiri, banyak momentum dan peristiwa positif-konstruktif yang telah terjadi di
sepanjang rentang waktu integrasinya dengan Indonesia bagi kemajuan masyarakat dan kawasan itu. Di
sisi lain, tidak sedikit pula noktah-noktah kelam yang menyertai perjalanannya sebagai provinsi
termuda Indonesia di masa integrasi. Ada deretan catatan hitam bagi TNI dan juga bagi saya secara
pribadi selama tahun-tahun pengabdian saya di sana (Syahnakri, 2013).
Bagi saya, apa pun yang telah terjadi di Timor-Timur, dalam bingkai positif maupun
negatif, adalah masa lalu. Tidak ada alasan untuk mempersoalkan semua hal yang telah terjadi.
Kini Timor Leste telah merdeka selama lebih dari satu dekade. Siapa pun yang (pernah) terlibat
dalam konteks Indonesia dan Timor Leste, sewajarnya menatap ke depan, di mana harapan
akan masa depan yang lebih baik digantungkan. Kini saatnya noktah-noktah kelam dan catatan
hitam masa silam dibersihkan dari ingatan kita, diganti dengan orientasi baru dalam jalinan
kebersamaan, persahabatan, dan kerja sama yang mendatangkan kebaikan dan kesejahteraan
bagi segenap masyarakat kedua bangsa (Syahnakri, 2013).
Gambar 12. PM Xanana Gusmao saat berkunjung ke Jakarta 2011 dan disambut Presiden SBY
Sumber: https://nasional.tempo.co/read/321907/yudhoyono-tampak-akrab-dengan-xanana