Page 192 - Maluku dan Luwu CMYK.indd
P. 192

ASPEK-ASPEK PERKEMBANGAN PERADABAN ISLAM DI KAWASAN INDONESIA TIMUR: MALUKU DAN LUWU



              tarekat Rifa’iyah. Tarekat ini didirikan oleh Ahmad al-Rifa’i yang wafat pada 1182.
              Pandangan tarekat ini lebih fanatik dengan ciri-ciri melakukan penyiksaan diri,
              unjuk  mukjizat  seperti  makan beling,  berjalan  di  atas bara  api,  menyi ramkan
              air keras ke tubuh, dan menusuk-nusuk tubuh dengan benda tajam. Penganut
              Rifa’iyah dengan debusnya terdapat di Aceh, Kedah, Perak, Banten, Cirebon, dan
              Maluku, bahkan sampai masyarakat Melayu di Tanjung Harapan Afrika Selatan.

              Di Maluku, khususnya di Pulau Haruku, pertunjukan debus disebut ritual mataénu
              atau cakalele.

                 Di beberapa daerah di Nusantara seperti di Aceh dan Banten, tradisi debus
              masih dapat ditemukan. Di daerah Maluku, warga mengenalnya sebagai dabus
              atau badabus atau taji besi. Selain sarat makna keagamaan, ritual ini juga lekat
              dengan tradisi perang melawan penjajah. Tak mengherankan sebab ritual ini tak
              lepas dari penyebaran agama Islam awal. Tradisi badabus adalah elemen yang
              mengikuti perkembangan Islam awal, dibawa oleh para mubaligh dan saudagar
              dari Arab yang berada di Ternate dan beberapa daerah di Moloko Kie Raha pada

              waktu itu. Sebelum belajar Islam secara kaffah, para pemeluk Islam dikenalkan
              dengan kebudayaan terlebih dahulu. Badabus ini diajarkan oleh joguru, khalifah,
              atau guru mengaji.

                 Pelaksanaan ritual dabus dipimpin seorang ahli yang disebut syekh (semacam
              “dukun”). Dabus adalah ritual keagamaan yang mulanya berawal sebagai wirid
              sang syekh untuk mencapai tingkatan iman dan takwa kepada sang Pencipta.
              Masyarakat yang hendak menggelar dabus akan menghubungi seorang syekh.
              Sang syekh sendiri harus memiliki  jamaah  zikir yang mengiringinya ketika
              melakukan ritual dabus. Tiga hari sebelum digelar dabus, seorang syekh harus

              menjaga kalbu, pikiran, dan tindakannya agar selalu bersih dan positif. Bahkan
              ia disarankan untuk berpuasa dalam tiga hari tersebut. Pada malam hari ketika
              dabus  digelar, syekh  menjalankan salat sunah  dua  rakaat dan berdoa  untuk
              memohon perlindungan  sehingga pekerjaannya  benar-benar  sesuai dengan
              ritual keagamaan yang bernafaskan Islam.

                 Ritual  dabus  menggunakan benda  tajam  berupa  bilah besi  runcing yang
              ditusukkan  ke dada.  Diperlukan perlindungan  yang benar untuk  menghindari
              hal-hal yang membahayakan nyawa pelaku dabus. Perlindungan tersebut bukan





                                              176
   187   188   189   190   191   192   193   194   195   196   197