Page 45 - Maluku dan Luwu CMYK.indd
P. 45

ASPEK-ASPEK PERKEMBANGAN PERADABAN ISLAM DI KAWASAN INDONESIA TIMUR: MALUKU DAN LUWU



               kantor dagang pada 1613, kemudian Denmark pada 1618, dan kantor dagang
               Perancis pada 1622. Sementara itu, para pedagang Cina berdatangan sejak 1619,
               dan perwakilan dagang Kerajaan Golconda dari India tiba pada 1622 (Reid 2009:
               73–94).

                   Di  antara  bangsa-bangsa  yang hadir  di  Makassar,  Portugis  dan  Melayu
               merupakan  dua bangsa yang  saling bersaing  dalam  perdagangan  dan usaha

               mereka memengaruhi raja untuk memeluk agama yang mereka anut masing-
               masing. Bangsa Portugis datang ke Nusantara dalam rangka mencari rempah-
               rempah  yang merupakan  komoditas yang mahal  dan sangat laku  di Eropa.
               Rempah-rempah  bersama  dengan  garam  sangat diperlukan  di  Eropa untuk
               mengolah bahan makanan terutama  daging  hewan yang banyak disembelih
               untuk diawetkan selama musim dingin. Selain itu, akibat trauma Perang Salib,
               bangsa  Portugis―atau  disebut  Peranggi―memandang  setiap  Muslim  sebagai
               saingan mereka dalam bidang politik, ekonomi, dan agama. Hal itu menyebabkan
               mereka  selain berdagang  dan menanamkan  kekuasaan  juga  menyebarkan

               agama  mereka.  Sikap tersebut  juga tampak  ketika mereka  hadir di  Sulawesi
               Selatan (Sewang 2004: 53–4).

                   Demikian halnya dengan bangsa Melayu yang memandang bangsa Portugis
               sebagai  lawan  berat mereka. Sikap  itu tidak terlepas  dari pandangan mereka
               terhadap  Portugis yang bertanggung  jawab  atas kejatuhan  Kerajaan  Malaka
               akibat serangan Portugis pada 1511. Walaupun demikian hebatnya persaingan
               antara kedua  bangsa tersebut,  penguasa  Makassar  menyatakan wilayahnya
               terbuka dan bebas sehingga kedua bangsa tersebut tidak bersinggungan secara
               frontal. Pada 1580, para pedagang Melayu melalui Sultan Babullah, penguasa

               Ternate,  mendesak  Raja  Gowa  XII Daeng Mammeta  Karaeng  Bontolangkasa
               Tunijallo untuk memeluk agama Islam namun ditolak oleh Sang Raja. Walaupun
               demikian Raja Gowa memberikan izin pembangunan mesjid kepada masyarakat
               Melayu (Pelras 2006: 158).



               2.3 Kedatangan Tiga Mubalig dari Minangkabau


                   Pada  masa pemerintahan  Raja  Gowa  XII,  usaha  memperkenalkan  ajaran
               Islam telah dilakukan oleh para pemuka masyarakat Melayu di Makassar. Pada



                                              29
   40   41   42   43   44   45   46   47   48   49   50