Page 66 - SEJARAH SOSIAL DAERAH KOTA BENGKULU
P. 66
ini sudah menunjukkan suatu keteraturan dan ke-
tertiban.
4) Pola gabungan. Pola bangunan perkampungan ini ber-
bentuk gabungan dari ketiga model tersebut di atas.
Lokasi perkampungan yang terkecil disebut "talang".
Suatu talang terdiri atas beberapa buah rumah kampung. Ber-
dasarkan tradisi terjadinya suatu talang adalah karena satu
atau dua keluarga yang baru pergi bersama-sama meninggalkan
rumah orangtuanya atau kampung asalnya lalu mencari lahan
tanah baru yang semula dipergunakannya sebagai tempat ber-
ladang dan berkebun. Sementara itu ia mulai pula me!Jebang
dan meramu kayu untuk bahan rumah tempat tinggal. Bila
ia merasa serasi dengan lingkungan yang ada, maka mulailah ia
menetap di sana. Usaha seperti ini biasanya disebut "menyu-
suk." Tern pat yang strategis, subur dan lebih menjamin hari
depannya itu mengundang orang lain datang dan menetap pada
lokasi tersebut, sehingga lambat laun tanah perladangan atau
perkebunan itu seperti disulap menjadi suatu perkampungan.
Suatu talang yang sudah teratur bentuk, tata pemerintah-
annya dalam arti sudah memiliki aturan adat, st :uktur dan pim-
pinan dan jumlah penghuni yang jauh lebih banyak disebut
dusun. Dusun sama dengan kampung. Dusun dapat pula berarti
desa atau "sadei." Dusun menunjukkan suatu lokasi perkam-
pungan penduduk di dusun, di luar kota, atau di pedalaman.
Ciri-ciri dusun tampak pada sikap budaya yang masih tradisi-
onal, kaku, lugu, dan statis serta kebersamaan ( uniformitas).
Berdasarkan tempat dan lingkungan alam fisik yang me-
nunjang, maka suatu desa, dusun atau kampung dapat ber-
bentuk: desa nelayan, desa atau dusun petani, desa pasar, desa
pariwisata dan lain-lain.
Di daerah suku Rejang Kepala dusun disebut "patai"
atau "depati." Pimpinan kelompok masyarakat terdiri atas
"tuai kutai" (tua dusun) dan "tuai sukau" (tua suku). Di
beberapa dusun suku lain, seperti di Bengkulu Selatan, ke-
57
l-~---'------------------