Page 67 - SEJARAH SOSIAL DAERAH KOTA BENGKULU
P. 67
pala dusun disebut dengan gelar "penggawa" a tau "ginde."
Gabungan beberapa dusun merupakan suatu "marga" dengan
pimpinan seorang "pasirah." Beberapa marga tunduk di bawah
seorang camat atau demang.
Di daerah Wilayah Kota Bengkulu kata dusun lebih dikenal
dengan nama pasar. Pasar di sini bukan berarti tempat berjual-
beli, tetapi suatu lokasi perkampungan pribumi. Misalnya Pasar
Bengkulu, Pasar Melintang, Pasar Baru, Pasar Malabro dan lain-
lain; sedangkan kampung menunjukkan tempat penghunian
suku pendatang, misalnya Kampung Bali, Kampung Cina,
Kampung Bugis dan Kampung Jawa.
Di zaman Belanda, wilayah Kota Bengkulu dibagi atas
empat daerah teritorial atau 4 wilayah pasar yaitu wilayah I,
II, III dan wilayah IV. Masing-masing wilayah pasar dikepalai
oleh seseorang yang bergelar "datuk" dengan dibantu oleh
"pemangku" dan "pemangku muda." Lama masa jabatan
adalah 5 tahun dan seterusnya sepanjang rakyat lingkungan
kekuasaannya masih menyetujuinya. Sejak tahun 1980 ke-
dudukan pasar dihapus dan dimekarkan dengan istilah kelurah-
an. Suatu persengketaan adat dapat diselesaikan oleh balai
adat. Suatu permusyawaratan untuk mufakat secara adat biasa-
nya dipimpin/dihadiri oleh tua atau ketua adat, pimpinan
pemerintahan setempat dan ulama yang disebut raja dan peng-
hulu.
Rumah penduduk yang berfungsi sebagai rumah adat se-
perti di Minangkabau tak dijumpai di daerah Bengkulu, sekali-
pun upacara adat dapat juga dilakukan di rumah-rumah pen-
duduk. Ciri-ciri rumah penduduk, berbentuk rumah panggung
dengan tiang-tiang yang besar dan tinggi yang terbuat dari bahan
kayu, ijuk, daun rumbia, kayu durian, belahan bambu dan daun
puar (atap) serta pelupuh dan bambu bidai. Pembuatan rumah
zaman dahulu tidak menggunakan paku tetapi menggunakan
sistem ikat, jalin, sistem pasak dan tunjang. Sejak masuJmya
bahan bangunan seperti paku, seng, besi, semen, kasa, cat dan
lain-lain ke Bengkulu, lebih-lebih di daerah pedalaman (abad
58