Page 101 - SEJARAH KEBUDAYAAAN MALUKU
P. 101

4.3  Bahasa  Melayu  dan  Agama  Kristen
              Bahasa  Melayu  di  Maluku  Tengah,  nampaknya,  pada
          mulanya merupakan bahasa pesisiran juga seperti di  Maluku
          Utara.  Perdagangan  merupakan jalur utamanya.  Selain  itu,
          seperti halnya di Maluku Utara pula, bahasa Melayu di Maluku
          Tengah menjadi fungsi dari kekuasaan Belanda. Pertama-tama,
          seperti  di  Maluku  Utara,  sejak  masa voe bahasa  Melayu
          menjadi alat komunikasi utama antara para pejabat Belanda
          dengan  penduduk  (atau lebih  tepat para pemimpin  negeri).
          Kedua,  bahasa  Melayu  di  Maluku  Tengah  menjadi  alat
          Pekabaran  Injil  yang  dilakukan  oleh  pihak  Gereja  Belanda
          dengan  dukungan  VOC.  Fungsi  kedua  dari  bahasa  Melayu
          tersebut  tidak  terdapat  di  Maluku  Utara,  karena  VOC
          tidak merasa  berkepentingan  mendukung  Pekabaran  Injil  di
          wilayah itu.

              Penelitian  mengenai  bahasa  Melayu  sebagai  alat  politik
          kurang mendapat  perhatian para  ahli  bahasa dibandingkan
          dengan bahasa Melayu sebagai alat Pekabaran lrtjil. Selain itu,
          penelitian mengenai  bahasa Melayu  di  Maluku Tengah lebih
          banyak mengarah pada masa kini atau apa yang dikenal sebagai
          Melayu Ambon.  (Collins, 1980; Tetelepta, 1984; Grimes, 1985 dan
          1991;  Van  Minde,  1990;  Tjia,  1992).  Malah ada kecenderungan
          untuk menyimpulkan  bahwa  bahasa Melayu  Ambon  harus
          dipelajari dalam rangka teori kreolisasi.

              Padahal  penelitian  sejarah  bahasa  Melayu  di  Maluku
          Tengah  amat  dimungkinkan  karena  demikian  banyaknya
          tersedia  sumber  sejarahnya  berupa  surat-menyurat  antara
          pihak Belanda dan para pejabat negeri yang tersimpan di Arsip
          Nasional  R.I.  Jakarta.  (Leirissa,  1981).  Memang  agak  sulit
          menemukannya karena surat-surat itu biasanya tidak  berdiri
          sendiri  (bernomor  agenda  sendiri)  merupakan  lampiran  dari
          surat-surat para pejabat Belanda. Surat-surat dari dan kepada
          para penguasa  negeri-negeri  Kristen  biasanya menggunakan
          aksara Latin, sedangkan kepada dan dari para pejabat negeri-
          negeri Islam menggunakan aksara Arab.




                                         85
   96   97   98   99   100   101   102   103   104   105   106