Page 106 - SEJARAH KEBUDAYAAAN MALUKU
P. 106
digunakan secara lisan. Ia yakin bahwa tipe bahasa itu akan
lebih komunikatif sehingga anggota-anggota jemaat akan lebih
mudah memahami isi Kitab Injil. Sebaliknya Leydecker
menggunakan Melayu Tinggi yang lebih banyak digunakan
secara formal oleh para pejabat pemerintahan dan dalam surat-
menyurat para penguasa negeri.
Selain itu, sebagai seorang yang pernah mengikuti
pendidikan theologi di Perguruan Tinggi, Leydecker juga
menguasai bahasa Arab. Selain itu ia juga mengenal sastra
istana dart masyarakat pesisiran yang menggunakan bahasa
Melayu dan aksara Arab. Melalui kedua kemahiran itu ia
menyadari bahwa berbagai istilah untuk konsep-konsep abstrak
dalam agama Kristen nampaknya dekat dengan istilah-istilah
dalam bahasa Arab untuk pengertian yang sama atau hampir
sama. Ini sebabnya pula mengapa istilah Alah dan Tuhan juga
terdapat dalam agama Kristen, padahal sebelumnya lebih
banyak digunakan istilah Theos (lihat sajak dari Haruku
tersebut di atas).
Dengan demikian, bahasa Melayu yang digunakan di
Maluku Tengah, khususnya di kalangan penduduk yang
beragama Kristen sesungguhnya adalah suatu jenis bahasa
Melayu yang bisa dinamakan Melayu Leydecker. Sekalipun
bahasa Melayu sendiri mengalami perkembangan, namun
keadaan terisolasi dart kepulauan Maluku Tengah hingga abad
ke-20 menyebabkan jenis bahasa itu menjadi baku dan
dianggap bahasa yang baik dan benar.
Bahwa bahasa Melayu Leydecker itu tidak baku
diilustrasikan oleh Swellengrebel dengan mengambil sebuah
fragmen dari otobiografi Abdullah bin Abdulkadir Munsyi
(Hikayat Abdullah) . Munsyi Abdullah menceritakan sebuah
pengalaman mengenai pertemuannya dengan seorang penginjil
Inggris di Malaya. Sang penginjil Inggris itu meminjamkan
terjemahan Leydecker kepadanya dengan pesan agar dibaca.
Dialog yang terjadi antara kedua orang itu dalam pertemuan
mereka berikutnya adalah sebagai berikut (Leirissa, 1994: 48) :
90