Page 109 - SEJARAH KEBUDAYAAAN MALUKU
P. 109
massing terus saja menjadi bahasa hidup yang digunakan
masyarakat. Jenis bahasa resmi ini berkembang menjadi
cikal-bakal bahasa Indonesia sekarang.
Sementara itu nampaknya bahasa Melayu maessing yang
tetap digunakan itu kemudian berkembang menjadi bahasa
Melayu Ambon yang menurut dugaan sementara pakar bahasa
merupakan sejenis bahasa kreol.
4.4 Pela dan Siwa Lima
Berbagai aspek budaya yang telah dikemukakan di atas
memberi kesimpulan, bahwa budaya Maluku Tengah
mengandung banyak dualisme. Pertama-tama dualisme antara
penduduk pedalaman dan penduduk pesisiran; penduduk yang
secara berabad-abad telah menjadi produsen cengkeh dan yang
baru saja memasuki bidang ini atau yang samasekali tidak
mengenal pertanian cengkeh; antara wilayah-wilayah yang sejak
abad ke-17 secara intensif mengenal budaya politik Belanda dan
yang tidak sama sekali atau yang baru kemudian terserap dalam
sistem pemerintahan Belanda; antara penduduk yang masih
menggunakan bahasa-bahasa lokal dan yang menggunakan
bahasa Melayu; antara yang beragama Islam dan yang
beragama Kristen, dsb.
Namun demikian adalah kenyataan pula bahwa masyarakat
yang serba dualis dalam soal budaya itu tetap bertahan hingga
kini. Selain kekuasaan Belanda yang bercokol di wilayah itu
sejak abad ke-17, dan kekuasaan politik Republik Indonesia
sejak tahun 1950, adakah faktor-faktor lain yang bisa menjamin
integrasi masyarakat Maluku Tengah?
Nampaknya ada. Para pakar kini yakin bahwa institusi pela
selama berabad-abad menjadi jembatan antara berbagai
perbedaan budaya sosial dalam masyarakat Maluku Tengah.
Institusi pela merupakan unsur pemersatu antara berbagai
desa dan pemeluk agama di Maluku Tengah. (Bartels, 1977).
93