Page 111 - SEJARAH KEBUDAYAAAN MALUKU
P. 111
melampaui hubungan-hubungan kekeluargaan yang ada di
Indonesia." (Bartels, 1977: 68).
Pada umumnya pela menyangkut dua negeri, tetapi setiap
negeri bisa mengadakan hubungan pela dengan sejumlah negeri
lain sesuai kebutuhan. Namun demikian hubungan tidak pemah
ada suatu sistem pela yang menyangkut seluruh pela yang
dimiliki suatu negeri; hubungan pela selalu hanya antara dua
negeri saja.
Selain itu hubungan pela bisa juga dilakukan antara dua
negeri yang berlainan agama (Kristen dan Islam), atau antara
negeri yang terletak di pulau-pulau yang berbeda-beda.
"Sistem pela adalah institusi yang paling penting yang
mengintegrasikan masyarakat Ambon di atas tahapan ikatan
desa. Pela dianggap sebagai hubungan persaudaraan yang
abadi, dan pengadaan atau pembaharuan (panas pela) aliansi
semacam itu disertai ritual-ritual dan sumpah-sumpah yang
sakral." (Bartels, 1977: 29).
"Wawasan utama yang mendasari pela adalah (1)
negeri-negeri yang berpela saling membantu dalam masa krisis
(bencana alam, perang, dsb); (2) kalau diminta, negeri mitra
harus membantu dalam melaksanakan proyek-proyek
kemasyarakatan yang besar; (3) bila anggauta sepela
mengunjungi negeri pelanya, ia harus diberi makan; ( 4) setiap
anggota negeri yang berpela dianggap sedarah daging, sehingga
perkawinan antar anggota pela dianggap sebagai incest. Setiap
pelanggaran atas aturan-aturan pela itu dapat dikenakan
hukuman yang berat." (Bartels, Zoe.cit.).
Sekalipun belum lengkap, tetapi studi Bartels mengenai
pela di Maluku Tengah tersebut cukup menjelaskan lembaga
yang mengatur integrasi masyarakat Maluku Tengah itu.
Selain ada pela-pela yang bertujuan untuk perang seperti di
Seram dahulu (umpamanya pela antara Loiatala dan Honitetu;
antara Ahiolo dan Sanahu, Samasuru dan Paulohi, Makariki
dan Saleman, terdapat pula pela antara klan-klan tertentu
seperti antara Waerisal dan Manusama, antara Salaruane dan
95