Page 76 - SEJARAH KEBUDAYAAAN MALUKU
P. 76
: istrinya. Dengan . bantuan elang itu Jafar Sadek tiba di
kayangan. Ketika penguasa kayangan bertanya _padanya
apa yang dicarinya, Jafar Sadek menjawab: "Istriku; yang
adalah putrimu." ~eflguasa kayangan itu lalu memanggil
ketujuh putrinya yang wajahnya sama semua. Dikatakan
pada Jafar ·Sadek, bahwa bila ia bisa menunjuk mana
istrinya, maka ia boleh meinba,wanya pulang. Namun kalau
gaga!, ia akan dibunuh. Ketika Jafar Sadek sedang putus
asa, datanglah seekor lalat biru (gufu sang) yang
mengatakan bisa menolong J afar Sadek bila diberi imbalan.
Jafar Sadek menjawab, bahwa apa saja yang bau tidak enak
di bumi akan menjadi miliknya. Lalat itu menerima usul itu,
dan berhasil m_elakukan apa yang ia janji karena Nurus Safa
pernah menyusui anak sehingga bau pentilnya berbeda
dengan para bidadari lainnya. Lalat itu berkata pada Jafar
Sadek : "Perhatikan baik-baik, aku akan mengelilingi putri-
putri itu dan yang saya singgahi adalah istrimu". Dengan
derilikian Jafar Sadek berhasil menunjuk istrinya, sehingga
penguasa kayangan itu sendiri yang mengawinkan mereka.
Di kayangan lahirlah putra keempat yang paling bungsu
yang bemama Masyhur-ma-lamo (yang paling masyhur),
yang berbeda dengan ketiga saudaranya, lahir dari
perkawinan yang sah.
Setelah beberapa lama berdiam di kayangan, Jafar Sadek
ingin kembali ke bumi dengan istri dan anaknya itu.
Penguasa kayangan setuju, namun sebelum mereka turun
ke bumi Masyur-ma-lamo tidak berhenti menangis.
Penguasa kayangan itu lalu berkata : "Mungkin ia
menginginkan kopiahku. Ketika kopiah ltu dipakaikan pada
anak itu, ia berhenti menangis. Dengan demikian mereka
kembali ke bumi, dengan Masyhur-ma-lamo memakai
kopiah kakeknya dari kayangan.
Ketika Jafar Sadek dan Nurus Safa tiba kembali di bumi
dan berjumpa kembali dengan ketiga putra mereka yang
ditinggalkan itu, maka Nurus Safa memberi tempat duduk
kepada setiap putra itu. Putra sulung, Buka, mendapat
batang kayu (age) sebagai tempat duduknya. Ia berangkat
ke Makian dan menjadi cikal-bakal dari raja-raja Bacan.
Putra kedua mendapat kayu apung (ginoti) sebagai tempat
duduknya. Ia bertolak ke Moti dan menjadi cikal-bakal dari
raja-raja Jailolo. Putra ketiga, Sahadat, mendapat batu
(marl.) sebagai tempat duduknya. Ia bertolak ke Tidore dan
menjadi cikal-bakal dari raja-raja Tidore. Putra keempat
yang bungsu, Masyur-ma-lamo, mendapat kursi sebagai
60